Sepatah Kata Dari Saya
Terima kasih anda telah mengunjungi blog saya. Blog ini ditujukan sebagai sarana komunikasi antara saya dan ummat. Mudah-mudahan blog ini dapat bermanfaat bagi anda. Saya harap, anda berkenan memberikan kritik dan masukan anda ke email lukman.hakiem@yahoo.co.id . Kritik dan masukan anda sangat berarti bagi saya dalam mengabdi dan melayani ummat, demi melanjutkan pengabdian untuk kemaslahatan bersama.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Kegiatan Saya
19 Desember 2009
SUARA MERDEKA CYBERNEWS - Rekomendasi Pansus Psywar Untuk Presiden SBY
"Rekomendasi Pansus Psywar Untuk Presiden SBY
Jakarta, CyberNews. Wakil Ketua Majelis Pakar DPP Partai Persatuan Pembangunan Lukman Hakiem mengatakan, rekomendasi Pansus agar Boediono dan Sri Mulyani nonaktif, boleh juga dilakukan sebagai statement politik dan psywar kepada Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono.
'Masalahnya, apakah menurut konstitusi, mereka dapat dinonaktifkan atau menonaktifkan diri? Dinonaktifkan atau menonaktifkan diri hanya mungkin untuk Sri Mulyani,' ucapnya.
Karena sebagai Menkeu, Sri Mulyani diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Menurutnya, penonaktifan Boediono sebagai Wapres tidak mungkin dilakukan oleh Presiden. Sebab, Wapres bukan bawahan Presiden juga tidak diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. 'Penonaktifan Wapres Boediono hanya bisa dilakukan oleh Sidang Istimewa MPR.
Bagaimana jika Boediono menonaktifkan diri? Ini juga lucu. Bagaimana mungkin seorang pejabat membuat SK nonaktif untuk dirinya sendiri? Yang paling tepat untuk Boediono adalah mengundurkan diri,' tegasnya.
Namun, katanya, resikonya adalah Boediono tak bisa balik lagi utk mengambil jabatannya sebagai Wapres. 'Persoalan makin ruwet, tapi makin asyik,' selorohnya."
Rekomendasi Panitia Angket Bikin Tambah Ruwet
"Tapi ini pun akan lucu karena Wapres membuat SK nonaktif untuk dirinya sendiri."
Ita Lismawati F. Malau
VIVAnews - Semalam, Panitia Khusus Angket Century DPR merekomendasikan agar Wakil Presiden Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani menonaktifkan diri selama menjadi saksi terperiksa di Pansus. Wakil Ketua Majelis Pakar Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Lukman Hakiem menilai rekomendasi ini menimbulkan masalah baru.
"Sebagai statement politik, boleh lah. Masalahnya apakan ada dalam konstitusi mereka dapat dinonaktifkan atau menonaktifkan diri?" kata Lukman dalam pesan singkat kepada VIVAnews, Jumat 18 Desember 2009.
Dia menilai penonaktifkan hanya dimungkinkan pada Menkeu karena dia diangkat dan diberhentikan Presiden. "Boediono tidak mungkin dinoaktifkan presiden karena wapres bukan bahwan presiden," kata Lukman.
Penonaktifan Boediono, kata dia, hanya dimungkinkan dengan mekanisme Sidang Istimewa MPR. "Tapi ini pun akan lucu karena Wapres membuat SK nonaktif untuk dirinya sendiri," kata dia. "Persoalan makin ruwet tapi makin asyik."
Setelah melewati lobi yang alot, Panitia Khusus Hak Angket Kasus Bank Century melahirkan imbauan pada pejabat yang jadi saksi atau terperiksa kasus yang mereka tangani untuk nonaktif. Ada tiga alasan Pansus mengeluarkan imbauan itu.
"Pertama, optimalisasi tugas-tugas Panitia Angket dalam melaksanakan penyelidikan dan pengumpulan data," ujar anggota Pansus dari Partai Persatuan Pembangunan, M Romahurmuziy.
Kedua, menjunjung tinggi moralitas, keteladanan dan akuntabilitas penyelenggara negara. Ketiga, menyikapi suasana batin rasa keadilan masyarakat.
• VIVAnews
29 November 2009
detikNews : Aksi Pendukung Kapolri Hanya Perburuk Citra Kepolisian
"Ramadhian Fadillah - detikNews
detikcom Jakarta - Massa pendukung Kapolri meneror aksi Kompak di Bundaran HI. Hal ini dinilai hanya menambah buruk citra polisi di mata masyarakat.
'Sudah sedemikian parahkah kecerdasan Polri sehingga tidak mau berfikir kreatif untuk memperbaiki citranya,' kritik Wakil Ketua Majelis Pakar PPP Lukman Hakiem, dalam pesan singkat yang diterima detikcom, Minggu (29/11/2009).
Lukman menilai, teriakan-teriakan garang yang mengancam seperti ditujukan para 'pendukung Kapolri' jelas menunjukan rendahnya budaya mereka. Menurutnya, Demokrasi harus dibangun dengan akal sehat bukan dengan tekanan dan ancaman.
'Kebenaran tidak akan menyerah kepada ancaman apapun,' ungkapnya.
Lukman pun meminta agar polisi segera mengklarifikasi jika aksi ini bukan massa bayaran polisi.
'Jika mereka bukan massa bayaran polisi, polisi harus segera mengklarifikasi, jika tidak citra polisi makin terpuruk,' pungkasnya."
23 November 2009
Majelis Pakar PPP : SBY Pemimpin Yang Cari Aman
"SBY malah serahkan hasil kajian Kapolri Jaksa Agung ke Staf Khusus."
Senin, 23 November 2009, 09:34 WIB
VIVAnews - Langkah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dinilai 'cari aman' dalam menanggapi rekomendasi Tim Independen Verifikasi Fakta dan Hukum atau Tim 8.
Yang pasti, SBY itu pemimpin peragu yang selalu cari aman," kata Wakil Ketua Majelis Pakar Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Lukman Hakiem dalam pesan singkat yang diterima VIVAnews, Minggu 22 November 2009.
Indikasi Presiden sebagai peragu dalam menyelesaikan kasus dua pimpinan nonaktif Komisi Pemberantasan Pemberantasan Korupsi (KPK) Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto terlihat saat Presiden menyerahkan masalah ini kepada pembantu-pembantunya.
Dimulai saat Presiden membentuk Tim 8 untuk mengklarifikasi proses hukum atas Chandra-Bibit dalam kasus dugaan penyalahgunaan kewenangan saat mencekal bos PT Masaro Radiokom Anggoro Widjojo.
Kemudian, kata Lukman, rekomendasi Tim 8 itu malah diserahkan kepada Kepala Kepolisian RI Jenderal Bambang Hendarso dan Jaksa Agung Hendarman Supandji.
"Saat Kapolri Jaksa Agung serahkan hasil kajian, SBY malah serahkan hasil kajian Kapolri Jaksa Agung ke Staf Khusus," kata dia.
Ia menilai kajian-kajian di tiap lembaga itu malah membuat masalah makin tak jelas. "Mutar-mutar enggak karuan tanpa disentuh SBY," katanya."Ini dagelan yang benar-benar tidak lucu."
Chandra dan Bibit ditetapkan sebagai tersangka oleh Mabes Polri. Mereka diduga melakukan menerima uang yang dialirkan adik Anggoro, Anggodo Widjojo. Uang ini untuk memuluskan pengusutan KPK dalam kasus korupsi pengadaan Sistim Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) yang menyeret Anggoro.
Dugaan kriminalisasi atas keduanya mencuat saat Ary Muladi--suruhan Anggodo menyerahkan uang--mencabut Berita Acara Pemeriksaan (BAP) pertama. Dalam BAP itu, Ary semula mengakui bertemu dengan pejabat KPK dan meyerahkan uang itu secara langsung.
Belakangan, Ary mengaku berbohong saat di BAP pertama itu. Dia juga mengaku tidak mengenal satupun pejabat KPK. Uang dari Anggodo, kata Ary, ia gunakan untuk keperluannya sendiri.
Sisanya, ia serahkan ke kawannya, Yulianto.
Dugaan kriminalisasi seolah diperkuat lagi dengan pemutaran rekaman Anggodo dengan sejumlah orang di Mahkamah Konstitusi, Selasa 3 November lalu.
Dalam rekaman itu, Anggodo menyinggung pidana yang dijeratkan pada pejabat KPK, termasuk Chandra-Bibit.
20 November 2009
Semua yang Mengancam Kemerdekaan Pers Harus Dilawan!
Jakarta - Mabes Polri telah membatalkan pemanggilan pada media massa terkait laporan Anggodo. Meski demikian, kritik pada korps baju coklat tetap saja meruyak. Mereka yang mengancam kemerdekaan pers harus dilawan.
'Polisi bikin blunder. Anggodo dibiarkan, tapi media massa yang memuat transkrip rekaman Anggodo malah mau dipanggilin,' kata Ketua Dewan Pakar DPP PPP Lukman Hakiem kepada detikcom, Jumat (19/11/2009).
Menurutnya, meski sudah ada upaya revisi dan perbaikan sikap polri terhadap media dengan membatalkan pemanggilan atas kasus laporan Anggodo, hal itu menunjukkan rendahnya profesionalisme Polri dalam bekerja.
'Ini sama saja dengan bikin musuh baru. Kalau begini terus, makin susah membela polisi yang citranya semakain buruk,' ujar pria yang 20 tahun menggeluti dunia jurnalistik ini.
Lukman mengingatkan semua pihak termasuk polisi dan pemerintah untuk tidak sekali-kali membatasi kemerdekaan pers yang sudah diperjuangkan selama bertahun-tahun. Sebab, siapa saja yang melakukan hal itu pati akan berhadapan dengan rakyat.
'Sebagai orang yang pernah berprofesi sebagai wartawan pada tahun 1977-1997, dan turut membidangi lahirnya UU tentang kemerdekaan dan kebebasan pers, semua potensi yang mengancam kemerdekaan pers harus dilawan!,' tutupnya.
(yid/nrl)"
29 Oktober 2009
INILAH.COM - Batalkan Raker Menkes, Ketua DPR Dinilai Tiru 'Orba'
Lukman Hakiem
(ist)
INILAH.COM, Jakarta - Ketua DPR Marzukie Ali dikabarkan membatalkan rapat kerja Komisi IX dengan Menkes Rahayu Endang Sedyaningsih, Rabu (28/10). MPR menilai sikap DPR saat ini meniru pola di era Orde Baru.
'Sejak kapan Ketua DPR jadi atasan anggota dan alat kelengkapan DPR?' ujar Wakil Ketua Majelis Pakar PPP Lukman Hakiem kepada INILAH.COM, di Jakarta, Kamis (29/10).
Lukman menyatakan keherananannya akan pembatalan tersebut. Pasalnya, raker dengan Menkes yang sedianya digelar kemarin sudah diagendakan dan sudah berdasarkan sepengetahuan pimpinan DPR.
'Sejak kapan pula Ketua DPR bisa membatalkan acara Komisi? DPR sedang balik ke masa keemasan Orde Baru yang otoriter,' ujarnya.
Sebelumnya, Raker Komisi IX dengan Menkes itu dijadwalkan akan menggelar rapat dengan Endang. Di antara agendanya akan menanyakan kedekatannya dengan laboratorium milik Angkatan Laut Amerika Serikat yang sudah ditutup Namru-2. [mvi/nuz]"
08 Oktober 2009
Kewajiban Kontrak Berbahasa Indonesia Dalam Dunia Usaha
Implikasi Hukum Menurut Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 *)
Oleh Lukman Hakiem **)
Sebagaimana diketahui bahwa sejak Republik Indonesia berdiri dan sampai sekarang ini, kita belum memiliki undang-undang yang khusus mengatur tentang bendera, bahasa, lambang negara dan lagu kebangsaan. Didalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Bab XV Pasal 35, Pasal 36A dan Pasal 36B, hanya menyatakan bahwa Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih, Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia, Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika dan Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya. Karena belum adanya pengaturan secara rinci mengenai bendera, bahasa, lambang negara dan lagu kebangsaan, maka Pasal 36C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, mengamanatkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan diatur dengan undang-undang.
Bendera, Bahasa, Lambang Negara dan Lagu kebangsaan Indonesia merupakan manifestasi kebudayaan yang berakar pada sejarah perjuangan bangsa, kesatuan dalam keragaman budaya, dan kesamaan dalam mewujudkan cita-cita nusantara sebagai bangsa dan negara Indonesia.
Sebagai alat legitimasi atau jati diri bagi kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia, selaligus menjadi bentuk pengakuan untuk merdeka, setara dan bebas aktif dalam pergaulan di antara bangsa dan negara lain. Menjadi jati diri yang melahirkan adanya pengakuan akan persatuan dan kesatuan bagi masyarakat Indonesia untuk dapat hidup sejalan dan bersama-sama mewujudkan cita-cita bangsa dan negara Indonesia. Juga bermakna untuk menguatkan persatuan dan kesatuan Indonesia sebagai bangsa dan negara. Menjadi aras yang memberi keseimbangan untuk selalu kembali hanya atas dan untuk Indonesia. Keseimbangan untuk kembali atas berbagai friksi dan konflik etnis kedaerahan yang terkadang muncul dalam dimensi sosial dan politik Indonesia.
Walaupun selama ini belum ada undang-undang yang secara khusus dan rinci mengatur mengenai Bendera, Bahasa, Lambang Negara dan Lagu Kebangsaan, namun Pemerintah telah membuat sejumlah Peraturan Pemerintah sebagai payung hukum, antara lain :
1. Peraturan Pemerintah No.40 tahun 1958 tentang Bendera Kebangsaan Republik Indonesia (lembaran negara 1958 No.68).
2. Peraturan Pemerintah No.41 tahun 1958 tentang Penggunaan Bendera Kebangsaan Asing (lembaran negara tahun 1958 no.69).
3. Peraturan Pemerintah No.42 tahun 1958 tentang Panji dan Bendera Jabatan
4. Peraturan Pemerintah No.66 tahun 1951 tentang Lambang Negara
5. Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 1958 tentang Penggunaan Lambang Negara
6. Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 1958 tentang Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.
Sedangkan pengaturan penggunaan Bahasa Indonesia tidak hanya belum diatur didalam undang-undang, tetap juga belum diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Pengaturan mengenai bahasa Indonesia hanya diselipkan didalam Undang-Undang tentang pendidikan nasional, seperti halnya dalam pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa; Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara menjadi bahasa pengantar dalam pendidikan nasional.
==========================
*) Makalah ini disampaikan pada Seminar Hukumonline ” Implikasi Hukum Kewajiban Kontrak Berbahasa Indonesia Dalam Dunia Usaha ”, di Jakarta tanggal 8 Oktober 2009.
**) Adalah Anggota Komisi X DPR-RI Periode 2004-2009 yang juga anggota Panja RUU tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan.
Kendati pun Pemerintah telah membuat berbagai Peraturan mengenai Bendera, Bahasa, Lambang Negara dan Lagu Kebangsaan, namun jika dilihat dari aspek hierarki perundang-undangan, landasan hukumnya masih sangat lemah. Karena itulah, untuk memperkuat landasan hukum yang mengatur Bendera, Bahasa, Lambang Negara dan Lagu Kebangsaan, Komisi X DPR-RI telah merumuskan rancangan naskah akademik dan batang tubuh RUU tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara dan Lagu Kebangsaan.
Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan terdiri dari 9 Bab dan 74 Pasal, dengan sistematika sebagai berikut; (1) Bab I tentang Ketentuan Umum; (2) Bab II tentang Bendera Negara; (3) Bab III tentang Bahasa Indonesia; (4) Bab IV tentang Lambang Negara; (5) Bab V tentang Lagu Kebangsaan; (6) Bab VI tentang Hak dan Kewajiban Warga Negara; (7) Bab VII tentang Ketentuan Pidana; (8) Bab VIII tentang Ketentuan Peralihan, dan; (9) Bab IX tentang Ketentuan Penutup.
Rumusan-rumusan substansial yang menonjol dan menjadi bagian dari reformasi yang termuat dalam RUU Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan ini antara lain :
1. Undang-Undang ini juga mengatur tentang berbagai hal yang terkait dengan penetapan dan tata cara penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan, termasuk di dalamnya diatur tentang ketentuan pidana bagi siapa saja yang secara sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang terdapat di dalam Undang-Undang ini.
2. Pengembangan, pembinaan dan pelindungan bahasa dan sastra Indonesia, serta bahasa daerah sudah mendapatkan kepastian perlindungan hukum agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan zaman dan tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia.
3. Undang-Undang ini secara yuridis memberikan kepastian hukum untuk meningkatkan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional, karena adanya kecenderungan bahasa Indonesia untuk berkembang menjadi bahasa perhubungan luas serta peningkatan penggunaannya oleh bangsa lain dari waktu ke waktu menjadi kebanggaan bangsa Indonesia.
4. Keberadaan lembaga kebahasaan yang mempunyai kewenangan dan tanggung jawab dalam hal pengembangan, pembinaan dan pelindungan bahasa dan sastra Indonesia serta bahasa daerah, serta mengupayakan peningkatan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional.
Jika dilihat dari persentase pengaturan, khusus yang terkait dengan bahasa diatur mulai Pasal 25 sampai Pasal 45 (kurang lebih 21 pasal) atau sekitar 30 % dari keseluruhan pasal yang ada didalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009. Hal ini menandakan bahwa perhatian terhadap upaya untuk mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa Indonesia, telah menjadi komitmen politik DPR-RI khususnya Komisi X DPR-RI yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Karena itu, pengaturan mengenai penggunaan bahasa Indonesia, tidak hanya dimaksudkan untuk menghargai dan mencintai bahasa Indonesia – tetapi yang lebih penting menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional. Di dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 ditegaskan bahwa; “ Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pidato resmi Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negara yang lain yang disampaikan di dalam atau di luar negeri “. Pada Pasal 32 disebutkan; “ ayat (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam forum yang bersifat nasional atau forum yang bersifat internasional di Indonesia; ayat (2) Bahasa Indonesia dapat digunakan dalam forum yang bersifat internasional di luar negeri “.
Usaha Komisi X DPR-RI untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional, memang tidak semudah yang dibayangkan. Tantangan terbesar justru berasal dari Departemen Luar Negeri, yang menilai bahwa kewajiban menggunakan bahasa Indonesia dalam forum internasional – justru bertentangan dengan kaidah keprotokoleran yang bersifat internasional. Di sisi lain, umumnya pertemuan-pertemuan internasional sudah menetapkan kriteria bahasa yang digunakan dan hampir dipastikan bahasa Indonesia belum menjadi salah satu bahasa yang bisa digunakan dalam forum internasional.
Namun tantangan itulah yang kemudian makin meneguhkan sikap anggota Komisi X DPR-RI yang membahas Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, untuk menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional. Karena itulah, didalam Pasal-Pasal selanjutnya yang mengatur tentang penggunaan bahasa Indonesia kaitannya dengan dunia internasional seperti Pasal 25 ayat (3), Pasal 31, Pasal 37, dan Pasal 44.
Keinginan kuat secara politik untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional, juga tidak lepas dari pengaruh budaya global sekarang ini. Disadari bahwa salah satu unsur penting dalam kebudayaan adalah bahasa, jika bahasa Indonesia tidak dikembangkan sebagai bahasa internasional dampaknya tentulah akan melemahkan eksistensi bahasa Indonesia sebagai pemersatu bangsa. Generasi muda bangsa yang sudah larut dalam budaya kosmopolit dan globalisasi, semakin tak acuh terhadap bahasa Indonesia. Akibat yang lebih luas, makin rendahnya kebanggaan berbahasa Indonesia di kalangan generasi muda bangsa. Padahal dalam kenyataannya, bangsa-bangsa yang maju justru mempunyai kebanggaan yang tinggi terhadap bahasanya. Lihatlah Perancis, Jepang, China, yang walaupun mereka paham berbahasa Inggris, namun dalam pertemuan dan pergaulan internasional mereka tetap menggunakan bahasanya sendiri. Sikap cinta dan bangga terhadap bahasa Indonesia harus ditanamkan sejak dini kepada generasi muda bangsa. Fikiran-fikiran inilah yang kemudian mengkristal dan dirumuskan dalam bentuk aturan Pasal dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009.
Untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional, maka semua aspek yang berkaitan hubungan internasional baik konteks politik, hukum, ekonomi dan perdagangan, dan sosial budaya, harus berkomitmen untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa dalam hubungan internasional. Karena itulah semua aspek tersebut telah kita sepakati dan atur didalam berbagai Pasal dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Di dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009, memang terdapat paling tidak dua Pasal yang mengatur mengenai penggunaan bahasa Indonesia dalam kegiatan transaksi dan nota kesepahaman atau perjanjian. Pada Pasal 25 ayat (3) disebutkan; “ Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara sebagaimana dimaksud ayat (1) berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar pendidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan kebudayaan nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media massa “. Kemudian pada Pasal 31 disebutkan; “ ayat (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau perseorangan warna negara Indonesia. Ayat (2) nota kesepahaman atau perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang melibatkan pihak asing ditulis juga dalam bahasa nasional pihak asing tersebut dan/atau bahasa Inggris “.
Dalam penjelasan Pasal 31 ayat (1) disebutkan, “ yang dimaksud dengan “perjanjian” adalah termasuk perjanjian internasional yaitu setiap perjanjian di bidang hukum publik yang diatur oleh hukum internasional, dan dibuat oleh pemerintah dan negara, organisasi internasional, atau subyek hukum internasional lain. Perjanjian internasional ditulis dalam bahasa Indonesia, bahasa negara lain, dan/atau bahasa Inggris “. Kemudian ayat (2) ditegaskan, “ dalam perjanjian bilateral, naskah perjanjian ditulis dalam bahasa Indonesia, bahasa nasional negara lain tersebut, dan/atau bahasa Inggris, dan semua naskah itu sama aslinya “.
Oleh karena itu, pengaturan mengenai bahasa Indonesia dalam kontrak dagang dan bisnis – semata-mata untuk memposisikan bahasa Indonesia sejajar dengan bahasa asing lainnya. Dengan demikian, maka konsekuensi hukum dalam arti sanksi tidak diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 tersebut.
Satu hal yang perlu dipahami didalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 khususnya yang mengatur tentang bahasa, upaya untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional adalah merupakan terobosan yang cukup mendasar baik dari sisi politik maupun yuridis. Di sisi lain, bahasa Indonesia harus menjadi alat dari strategi kebudayaan nasional. Karena itu, bahasa Indonesia tidak dapat dilepaskan dari kesusasteraan Indonesia. Makanya didalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009, bahasa dan sastra Indonesia menjadi satu kesatuan yang penting.
16 September 2009
PDIP Minta Tingkat Kuorum Dewan Diinventarisasi
14 September 2009
Paradigma Baru Kepemudaan
Dalam pidatonya yang menggelegar, Bung Karno antara lain berkata: “Berilah saya seribu orang tua, saya bersama mereka kiranya dapat memindahkan gunung Semeru. Tetapi,apabila saya diberi sepuluh pemuda yang bersemangat dan berapi-api kecintaannya terhadap bangsa dan tanah air tanah tumpah darahnya,saya akan dapat menggemparkan dunia!” Demikian penting dan strategisnya peran pemuda, tetapi baru setelah 64 tahun Indonesia merdeka kita akan memiliki Undang-Undang tentang Kepemudaan.
11 September 2009
FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN DPR RI
TERHADAP
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
KEPEMUDAAN
Disampaikan dalam Rapat Kerja Komisi X
Rabu, 9 September 2009
Oleh Juru Bicara Fraksi PPP DPR RI: Lukman Hakiem
No Anggota: A-31
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Yang terhormat Pimpinan Komisi X DPR-RI,
Yang terhormat Menteri Negara Pemuda dan Olahraga RI,
Yang terhormat Menteri Hukum dan HAM RI,
Yang terhormat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara RI,
Segenap Anggota Komisi X dan hadirin yang berbahagia,
Marilah kita mengucapkan syukur alhamdulillah karena atas izin Allah subhanahu wata’ala kita semua dapat menghadiri Rapat Kerja Komisi X yang bersejarah ini dalam keadaan sehat wal afiat. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, para keluarga dan sahabatnya. Semoga kita semua termasuk ke dalam orang-orang yang mendapat ridha Allah dan syafaat rasul-Nya di akhirat nanti.
Pimpinan Komisi, Saudara Menteri dan Anggota Komisi yang terhormat,
Setelah melalui pembahasan mendalam, mendengarkan dan menyerap aspirasi dari pelbagai kalangan di pelbagai daerah, pada hari ini kita akan mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Kepemudaan pada pembicaraan tingkat I. Jika RUU ini nanti disahkan, inilah undang-undang pertama mengenai Kepemudaan yang pertama kali kita miliki setelah 64 tahun Indonesia merdeka.
Padahal kita semua tahu, Republik dilahirkan antara lain oleh peran besar para pemuda. Membaca buku In Memoriam Mengenang yang Wafat, karya wartawan senior H. Rosihan Anwar, kita tersentak. Ternyata mayoritas tokoh pejuang kita mencemplungkan dirinya di kancah revolusi kemerdekaan 1945 pada usia 20 tahunan. Dua tokoh utama revolusi kemerdekaan, Soekarno-Hatta, juga memulai kiprahnya pada awal usia 20 tahun. Tidak keliru jika Ben Anderson bahkan menyebut revolusi Indonesia pada tahun 1945 adalah revolusinya para pemuda.
Awal 1960-an sampai awal masa pemerintahan Orde Baru kita masih bisa menyaksikan penampilan tokoh-tokoh usia muda di pentas kehidupan bangsa. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan politik yang makin monolitik dengan masa jabatan presiden yang tidak terbatas periodenya, berlangsunglah proses penuaan dalam kepemimpinan bangsa. Jika di masa lalu tokoh-tokoh usia 20-an (seperti Daan Jahja & Supeno) atau 30-an (seperti Sutan Sjahrir & M. Natsir) sudah tampil mengambil tanggungjawab kepemimpinan bangsa, di masa yang belakangan “anak-anak muda” usia 40-an bahkan masih memperebutkan jabatan di organisasi kepemudaan. Inilah ironi dalam sejarah pergerakan kaum muda kita!
Pimpinan Komisi, Saudara Menteri dan Anggota Komisi yang terhormat,
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan bersyukur akhirnya Pemerintah datang dengan inisiatif mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Kepemudaan untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI). Fraksi PPP juga sangat menghargai sikap luwes Pemerintah dalam proses pembahasan RUU ini. Dengan sikap luwes Pemerintah itulah RUU ini dapat disempurnakan menjadi seperti dalam bentuknya sekarang ini.
Sejak awal pembahasan, Fraksi PPP sudah menyampaikan sikap tidak ingin melahirkan Undang-Undang tentang Kepemudaan yang akhirnya akan menelikung para pemuda itu sendiri. Dalam kerangka ini, meskipun barangkali terasa naif dan agak berlebihan, Fraksi PPP menghindari penggunaan kata-kata yang memiliki makna konotatif. Alhamdulillah, sikap Fraksi PPP itu ternyata juga menjadi sikap fraksi-fraksi lain. Mulai fraksi terbesar sampai fraksi terkecil, sejak fraksi berkuasa sampai fraksi oposisi.
Naskah awal RUU ini, sama sekali tidak menyentuh organisasi pelajar seperti Pelajar Islam Indonesia (PII), Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM). Bagi Fraksi PPP, mengingat secara faktual organisasi pelajar itu sudah ada sejak awal kemerdekaan dan sudah pula memberikan sumbangannya bagi kemajuan masyarakat, bangsa, dan negara kita, maka RUU ini tidak bisa dan tidak boleh mengabaikan keberadaan organisasi-organisasi pelajar tersebut. Alhamdulillah, gagasan Fraksi PPP itu disambut oleh teman-teman fraksi lain. Bahkan di akhir proses pembahasan RUU ini, perdebatan mengenai batas bawah usia pemuda, sebagai ikhtiar lebih mengakomodasi keberadaan organisasi pelajar, sempat memanas walaupun akhirnya –berkat kearifan Sdr. Menpora-- tercapai titik temu.
Batasan umur pemuda dalam RUU ini, tidak sekadar bernilai reformatif. Batasan umur 16-30 tahun adalah revolusi cara berfikir yang bakal menjungkirbalikkan tatanan status quo kepemudaan.
Pimpinan Komisi, Saudara Menteri dan Anggota Komisi yang terhormat,
Kata kunci dalam RUU ini adalah pelayanan! Jika di masa lalu kata pembangunan adalah mantra yang bisa memberangus siapa saja, pada RUU ini pembangunan kepemudaan pun harus dimaknai sebagai proses memfasilitasi segala hal yang berkaitan dengan kepemudaan.
Dengan kata kunci itu, maka kelahiran RUU ini menandai dimulainya babak baru sikap dan cara pandang Pemerintah terhadap para pemuda. Negara dan Pemerintah tidak boleh lagi melihat pemuda sebagai objek yang harus dibina --jika tidak bisa dibina dibinasakan saja. Pemuda adalah subjek yang harus dilayani, disadarkan, diberdayakan, dan dikembangkan potensinya.
Konsekuensi dari pandangan baru ini, Pemerintah dan pemerintah daerah bukan saja harus menyediakan anggaran untuk melayani aktivitas para pemuda, juga harus berhenti mengarah-arahkan para pemuda untuk berhimpun hanya di suatu wadah organisasi tertentu.
Fraksi PPP yakin, dengan cara pandang baru kepemudaan, dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi, kaum muda kita akan kembali kepada jati dirinya seperti disebut RUU ini: memiliki semangat kejuangan, kesukarelaan, tanggungjawab, kesatria, memiliki sifat kritis, idealis, inovatif, progresif, dinamis, reformis, dan futuristik.
Semua hal ideal itu, hanya mungkin terwujud, jika Pemerintah segera bekerja keras untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri yang diamanatkan oleh RUU ini. RUU ini memang memberi waktu paling lambat 2 tahun, tentu akan lebih baik jika sebelum 2 tahun semuanya sudah rampung. Bukankah lebih cepat, lebih baik?
Pimpinan Komisi, Saudara Menteri dan Anggota Komisi yang terhormat,
Fraksi PPP ingin menutup Pendapat Akhir ini dengan mengutip pidato Bung Karno di depan Kongres Indonesia Raya di Surabaya pada tahun 1931, hanya dua hari selepas dari penjara Sukamiskin yang menyekapnya selama dua tahun: “Berilah saya seribu orang tua, saya bersama mereka kiranya dapat memindahkan gunung Semeru. Tetapi, apabila saya diberi sepuluh pemuda yang bersemangat dan berapi-api kecintaannya terhadap bangsa dan tanah air tanah tumpah darahnya, saya akan dapat menggemparkan dunia!”
Dengan kutipan dari pidato Bung Karno itu, seraya menyebut Asma Allah, Bismillahirrahmanirrahim, Fraksi PPP dapat menyetujui RUU tentang Kepemudaan ini diteruskan pembahasannya ke pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna DPR-RI untuk mendapat persetujuan bersama.
Penghargaan dan terima kasih disampaikan kepada semua fihak atas semua bantuan dan perhatian selama proses pembahasan RUU ini. Mohon maaf atas segala salah dan khilaf.
Billahit taufiq wal hidayah.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Jakarta, 9 September 2009
FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
Wakil Ketua,
Lukman Hakiem
A-31
08 September 2009
Dijatah 2 Menteri, PPP Terserah SBY
Sebelumnya, Arif disebut-sebut sebagai salah satu calon menteri yang akan 'dipersunting' SBY untuk mengisi kabinetnya yang baru. Meski demikian, Arif mengaku tak mau berspekulasi lebih jauh.
30 Agustus 2009
Sikap PD Disesalkan, Habis Koalisi Sepah Dibuang
Jumat, 28 Agustus 2009 05:45 WIB
Jakarta, Kompas - Partai-partai pendukung pasangan SBY-Boediono menyesalkan permainan politik Partai Demokrat yang secara diam-diam menekan anggota koalisi dengan cara bermanuver mendekati Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
”Kita itu sesuai komitmen. Soal kabinet, kita menyerahkan sepenuhnya kepada presiden. Jadi, tidak ada itu koalisi menuntut macam-macam,” tegasnya.
”Tetapi, bisa jadi juga ini akan menjadi backfire yang kontraproduktif bagi Partai Demokrat,” katanya. (SUT/VIN)
23 Agustus 2009
FPPP: Intai Ceramah Ramadhan, Polisi Sesat
11 Agustus 2009
Jaga Kredibilitas, Polisi Harus Jujur Siapa Teroris Temanggung
KPU Laksanakan Putusan MA, Ketum dan Sekjen PPP Batal ke Senayan
04 Agustus 2009
FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
TERHADAP
RANCANGAN UNDANG UNDANG
TENTANG
SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
==============================================================
Oleh Juru Bicara Fraksi PPP DPR-RI: Lukman Hakiem
Anggota DPR-RI Nomor: A-31
==============================================================
Memperkuat Mekanisme Chek and Balances
Pembentukan RUU ini dilakukan dalam rangka menata kembali fungsi, kewenangan, mekanisme kerja, hubungan antarlembaga serta mengoptimalisasi peran lembaga perwakilan dalam sistem ketatanegaraan kita. Dengan tugas dan kewenangan yang berbeda MPR, DPR, DPD memiliki kedudukan sebagai lembaga negara dan DPRD sebagai lembaga/badan legislatif daerah, memiliki peran penting dalam sistem politik nasional.
Dalam pandangan Fraksi PPP pembentukan RUU ini setidaknya memiliki tiga tujuan yaitu; pertama, memperkuat kinerja, fungsi representasi dan akuntabilitas lembaga permusyawaratan dan lembaga perwakilan; kedua, mengoptimalkan mekanisme check and balances dalam sistem pemerintahan negara; dan ketiga mengefektifkan sistem pemerintahan presidensiil dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Ikhtiar menempatkan kedudukan lembaga perwakilan dalam upaya memperkuat mekanisme check and balances dimulai dengan menyepakati judul RUU ini menjadi RUU tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. Frasa Susunan dan Kedudukan harus dihapuskan, karena seolah-olah muatan RUU ini hanya berkutat pada soal-soal susunan dan kedudukan belaka. Padahal muatan RUU ini jauh lebih luas dari sekadar susunan dan kedudukan.
Upaya penyempurnaan terhadap RUU ini dilakukan dengan menyusun kembali sistematika dan perubahan substansi, agar pengaturan terhadap masing-masing lembaga permusyawaratan dan perwakilan lebih komprehensif dan mudah difahami.
Reposisi kedudukan dan kewenangan MPR dalam sistem ketatanegaraan pasca amandemen UUD NRI Tahun 1945 telah menempatkan MPR sebagai lembaga negara yang memiliki kewenangan terbatas, yaitu; mengubah dan menetapkan Undang-undang Dasar, melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden dan memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-undang Dasar. Oleh karena itu, RUU ini diharapkan telah mengubah struktur dan mekanisme kerja agar MPR dapat bekerja dengan lebih efisien dan efektif.
Dalam hal kewenangan MPR melakukan impeachment (pemberhentian) Presiden dan/atau Wakil Presiden, sekaligus pengisian kekosongan jabatan Presiden dan/atau Wakil Presiden, juga perubahan Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945, RUU ini telah mengatur secara lebih rinci. Berbagai pengaturan mengenai mekanisme menjalankan kewenangan di atas, yang semula diatur dalam Peraturan Tata Tertib MPR telah dimuat dan disempurnakan kembali dengan mengacu pada UU Nomor 10/2004 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Upaya ini dilakukan dalam rangka tertib hukum dan memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Sehingga di kemudian hari apabila terjadi hal-hal crusial berkenaan dengan pelaksanaan kewenangan MPR, tidak menimbulkan perbedaan penafsiran terhadap aturan tersebut, karena hal itu sudah diatur dalam UU bukan dalam bentuk Peraturan Tata Tertib MPR.
Dalam hubungan ini, semula Fraksi PPP berpendapat agar pimpinan MPR tidak perlu dipermanenkan. Pimpinan MPR, hanya manifes ketika terjadi sidang MPR. Dan karena itu, kepemimpinan MPR cukup direpresentasikan oleh pimpinan DPR dan pimpinan DPD. Akan tetapi, dalam diskusi panjang mulai di Panitia Khusus sampai Tim Perumus, bagaimana rumusan mengenai kepemimpinan tidak mencapai titik temu, sehingga soal ini diserahkan kepada rembugan tingkat pimpinan Fraksi.
Dari rembug para pimpinan fraksi itulah lahir formula 1 (satu) Ketua MPR dengan 4 (empat) Wakil Ketua.
Berbagai Penataan Ulang di DPR
Berkenaan dengan penyempurnaan regulasi DPR, semangat untuk meningkatkan kinerja, efektivitas dan efisiensi telah tercermin dalam RUU ini. Untuk mengefektifkan pelaksanaan fungsi DPR dan hubungannya dengan konstituen, RUU ini telah memuat secara tegas bahwa ketiga fungsi DPR dijalankan dalam rangka memperkuat fungsi representasi, di antaranya membuka ruang partisipasi publik seluas-luasnya, transparansi pelaksanaan fungsi-fungsi, serta pertanggungjawaban kerja DPR kepada rakyat yang direpresentasikannya.
Ketentuan ini mengharuskan setiap wakil rakyat dalam menjalankan fungsi, tugas dan kewenangannya senantiasa melakukan komunikasi secara intensif dan berkesinambungan dengan konstituennya. Bukan hanya menjelang pemilu wakil rakyat getol melakukan komunikasi dan berkunjung menemui konstituennya, tetapi setelah terpilih menjadi wakil rakyat hubungan emosional-aspiratif tersebut kembali tersumbat.
Dalam hal penetapan jumlah dan mekanisme pengisian Pimpinan DPR, sejak awal Fraksi PPP mengusulkan agar Pimpinan DPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 4 orang (empat) wakil ketua, pengisiannya dilakukan secara proporsional berdasarkan perolehan kursi di DPR secara berurutan dengan prinsip musyawarah dan mufakat. Dalam pandangan Fraksi PPP, pengaturan ini merupakan bentuk penghargaan terhadap partai-partai yang telah memperoleh dukungan rakyat dalam pemilu.
Untuk memberikan kepastian hukum dan menghindari perbedaan penafsiran dalam pelaksanaan fungsi, penggunaan hak-hak DPR dan tugas alat kelengkapan dewan, pengaturannya telah lebih dirinci dalam RUU ini. Misalnya, dalam hal pelaksanaan hak interpelasi, Presiden dapat hadir untuk memberikan penjelasan tertulis terhadap materi interplasi dalam rapat paripurna. Hanya apabila Presiden tidak dapat hadir untuk memberikan penjelasan tertulis dalam Rapat Paripurna Dewan, Presiden menugasi menteri/pejabat terkait untuk mewakilinya.
DPD: Mau Diapakan?
Upaya mengakomodir dinamika yang berkembang dalam DPD dan aspirasi yang berkembang di masyarakat akan kebutuhan memperkuat fungsi legislasi, dilakukan dengan mengikutsertakan DPD dalam pembahasan terhadap RUU bidang tertentu baik yang diajukan oleh DPR maupun oleh Presiden hingga Pembicaraan Tingkat I. Sejak semula, Fraksi PPP sungguh-sungguh ingin memperkuat peranan DPD. Akan tetapi ikhtiar penguatan DPD justru terkendala oleh aturan main yang dirumuskan dalam UUD NRI 1945 sendiri. Pasal 22D ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 menegaskan, kewenangan DPD terbatas pada keikutsertaannya dalam melakukan pembahasan. Tidak dalam pengambilan keputusan.
DPRD Bukan Subordinasi Pemerintah Daerah
Persoalan mendasar terkait dengan peran DPRD, Fraksi PPP menekankan bahwa memang benar UUD NRI Tahun 1945 menyebutkan bahwa Pemerintahan Daerah “memiliki” DPRD yang dipilih melalui pemilihan umum. Penting ditegaskan di sini, yang memiliki DPRD itu bukan Pemerintah Daerah melainkan Pemerintahan Daerah. Sehingga DPRD bukanlah subordinasi dari Pemerintah Daerah melainkan representasi cabang kekuasaan legislatif di daerah. Karena itu, Fraksi PPP lebih menekankan kedudukan DPRD sebagai lembaga/badan legislatif daerah, bukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam RUU ini.
Fraksi PPP menyesal, diskusi panjang dalam penyusunan RUU ini, belum berhasil mengoptimalkan posisi DPRD.
Optimalisasi Peran Sekretariat Jenderal
Bahwa Sekretariat Jenderal MPR, DPR, dan DPD yang berfungsi sebagai supporting system utama bagi lembaga permusyawaratan dan lembaga perwakilan harus dapat melaksanakan tugas dan kewenangannya secara optimal. Oleh karena itu, struktur dan kewenangan lembaga tersebut harus memenuhi tugas pokok sebagai lembaga permusyawaratan dan lembaga perwakilan. Dalam RUU ini telah ditetapkan struktur organisasi dan tata kerjanya diusulkan oleh lembaga masing-masing dan ditetapkan dengan peraturan Presiden.
Rapat Paripurna Bukan Lagi Forum Lomba Pidato
Selain hal-hal yang diuraikan di muka, ada satu hal yang penting juga disampaikan. Setelah berlakunya Undang-Undang ini nanti, rapat paripurna DPR akan terbebas dari ajang lomba pidato seperti hari ini. Pendapat akhir, entah disertai argumen atau tidak, cukup disampaikan pada pengambilan keputusan tingkat I dalam rapat kerja di Panitia Khusus atau di Komisi. Kecuali ada yang harus diputuskan melalui pemungutan suara, di rapat paripurna nanti pimpinan fraksi-fraksi dari tempat duduknya masing-masing cukup mengatakan ya atau tidak terhadap sesuatu materi yang akan diputuskan.
Setuju Ditetapkan Menjadi Undang-Undang
Berdasarkan uraian dan pertimbangan di atas, seraya berserah diri pada Allah, Fraksi PPP dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim memberikan persetujuan agar RUU tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ditetapkan menjadi Undang-undang tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Kami berharap Undang-Undang ini dapat menjadi dasar yang kukuh untuk memperkuat peran dan kinerja lembaga permusyawaratan dan lembaga perwakilan dalam sistem politik kita secara lebih demokratis dan produktif.
03 Juli 2009
Statement Bermuatan SARA Merusak Sendi-Sendi Ke Indonesiaan Kita
Apa ukuran yang digunakan untuk menyatakan seseorang dari suatu suku sudah saatnya jadi Presiden atau belum? Tidak ada satu orang pun yang berhak mengatakan ada anak bangsa dari suatu suku atau apapun di Republik ini yang belum saatnya jadi Presiden.
Statement Tim Sukses SBY itu sekaligus telah mengkhianati cita-cita para pendiri Republik yang sadar telah mematrikan realitas kemajemukan dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika.
Setiap anak bangsa dari suku apapun memiliki hak dan tanggung jawab yang sama untuk memajukan Indonesia. Seperti para pendiri Republik, kita bangga akan Indonesia yang majemuk. Sangat menyedihkan jika sekadar untuk memenangkan Capresnya, Andi Mallarangeng kehilangan akal sehatnya. Siapapun boleh menang dan boleh kalah dalam pilpres nanti. Tapi, janganlah memaksakan kemenangan dengan menabrak sendi-sendi ke Indonesiaan kita.
26 Juni 2009
Spanduk Sosialisasi Pilpres, Tim JK-Wiranto : KPU Tidak Fair, Spanduk Harus Ditarik
Jakarta - Spanduk sosialisasi pilpres yang seolah mengarahkan pemilih mencontreng calon nomor urut 2 mengundang protes keras dari tim kampanye calon lain. Tim JK-Wiranto menilai spanduk itu pembodohan kepada rakyat. Spanduk itu pun harus ditarik dari peredaran karena menyesatkan.
25 Juni 2009
Siapa Mempolitisasi Agama?
21 Juni 2009
Kalla Berhak Beberkan Hasil Kerjanya
Saling Klaim Damai Aceh, Tim JK Minta Kubu SBY Balajar dari Sejarah Roem-Royen
Muhammad Nur Hayid - detikPemilu
Jakarta - Sejarah mencatat M Roem yang bukan presiden, bukan wakil presiden ataupun bukan perdana menteri, namanya harum diabadikan dalam perjanjian Roem-Royen. Soekarno dan Mohammad Hatta tidak pernah menuding M Roem melanggar etika.Dalam kasus polemik saling klaim dalam keberhasilan perdamaian Aceh, kubu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diimbau belajar pada sejarah tersebut. Imbauan disampaikan Jubir Timkamnas JK-Wiranto Lukman Hakiem saat berbincang dengan detikcom, Senin (15/6/2009)"Debat siapa yang berjasa dalam mewujudkan perdamaian di Aceh jangan hanya dilihat dari posisi presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara. Juga jangan mengambil contoh AS sepotong-sepotong," kata Menurut politisi PPP yang menjadi tim sukses JK-Wiranto ini, soal perdamaian Aceh harus dilihat dari beberapa hal. Pertama, yang berkompetisi sekarang presiden incumbent dengan wapres incumbent. Keduanya mempunyai keberhasilan yang bermanfaat bagi pemerintah, negara dan rakyat. Di AS, hal ini tak mungkin terjadi."Di era keterbukaan seperti sekarang ini, amat sah seseorang mengungkapkan peran lebihnya di pemerintahan agar rakyat tahu mana yang kerja, mana yang hanya jaga badan. Kedua, sejarah mencatat M Roem yang bukan presiden, bukan wakil presiden ataupun bukan perdana menteri, namanya harum diabadikan dalam perjanjian Roem-Royen. Soekarno dan Hatta tidak pernah menuding M Roem melanggar etika," paparnya.Lukman menceritakan, pada tahun 1950-an ketika ekonomi Indonesia dalam kondisi sangat bagus, rakyat memuji Soemitro Djojohadikoesoemo sebagai arsitek kemakmuran waktu itu. Namun hal itu tidak membuat pasangan Soekarno-Hatta marah dan melarang orang memuji Soemitro dengan mengatakan Soemitro melanggar etika pemerintahan. "Ini fakta sejarah yang harus diteladani. Mustahil dan tidak masuk akal, JK akan berkampanye dengan menyatakan 'dalam pemerintahan sekarang, semua itu karena kehebatan SBY'. Proporsional lah dalam melihat masalah, dan jangan sekali-kali melupakan sejarah," pungkasnya.
Propaganda Pilpres Satu Putaran Meneror Rakyat
19 Februari 2009
UU Susduk Harus Atur Kehadiran Anggota DPR
DPR Gelar Rapat Revisi UU 39
Pakuanraya.com
JAKARTA - Pimpinan DPR yang terdiri dari Ketua DPR dan para pimpinan Fraksi di DPR menggelar rapat konsultasi rencana revisi Undang-Undang (UU) No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
PPP Jajaki Dukungan ke Sultan
Sumber : inilah.com ~ Abdullah Mubarok
Sultan merupakan capres pertama yang akan ‘menjual diri’ di hadapan ‘Forum PPP Mendengar’. Gubernur DI Yogyakarta itu menjadi tokoh politik pertama yang akan memaparkan visi misinya sebagai capres di kantor DPP PPP, Jakarta, pada 12 Desember 2008.
Namun Wakil Ketua Fraksi PPP Lukman Hakiem membantah spekulasi tersebut. Menurutnya, Sultan tampil pertama karena dia telah menyatakan kesediaan.
“Sultan itu hadir sebagai orang pertama, karena ia yang bersedia datang duluan,” kata Lukman saat dihubungi INILAH.COM, Jakarta, Kamis (11/12).
Capres yang diundang PPP memiliki peluang yang sama dengan Sultan. Seperti Prabowo, Sutiyoso, atau pun Megawati Soekarnoputri.
“Kita belum menentukan kepada siapa kita akan mendukung atau akan mengarah ke mana, hal itu ditentukan sesudah Pileg,” tambahnya