Sepatah Kata Dari Saya

Assalamualaikum Wr. Wb.

Terima kasih anda telah mengunjungi blog saya. Blog ini ditujukan sebagai sarana komunikasi antara saya dan ummat. Mudah-mudahan blog ini dapat bermanfaat bagi anda. Saya harap, anda berkenan memberikan kritik dan masukan anda ke email lukman.hakiem@yahoo.co.id . Kritik dan masukan anda sangat berarti bagi saya dalam mengabdi dan melayani ummat, demi melanjutkan pengabdian untuk kemaslahatan bersama.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.




Kegiatan Saya

Lukman_Hakiem's Profile Pictures album on Photobucket

29 November 2009

detikNews : Aksi Pendukung Kapolri Hanya Perburuk Citra Kepolisian

detikNews : Aksi Pendukung Kapolri Hanya Perburuk Citra Kepolisian:
"Ramadhian Fadillah - detikNews

detikcom Jakarta - Massa pendukung Kapolri meneror aksi Kompak di Bundaran HI. Hal ini dinilai hanya menambah buruk citra polisi di mata masyarakat.

'Sudah sedemikian parahkah kecerdasan Polri sehingga tidak mau berfikir kreatif untuk memperbaiki citranya,' kritik Wakil Ketua Majelis Pakar PPP Lukman Hakiem, dalam pesan singkat yang diterima detikcom, Minggu (29/11/2009).

Lukman menilai, teriakan-teriakan garang yang mengancam seperti ditujukan para 'pendukung Kapolri' jelas menunjukan rendahnya budaya mereka. Menurutnya, Demokrasi harus dibangun dengan akal sehat bukan dengan tekanan dan ancaman.

'Kebenaran tidak akan menyerah kepada ancaman apapun,' ungkapnya.

Lukman pun meminta agar polisi segera mengklarifikasi jika aksi ini bukan massa bayaran polisi.

'Jika mereka bukan massa bayaran polisi, polisi harus segera mengklarifikasi, jika tidak citra polisi makin terpuruk,' pungkasnya."

23 November 2009

Majelis Pakar PPP : SBY Pemimpin Yang Cari Aman

"SBY malah serahkan hasil kajian Kapolri Jaksa Agung ke Staf Khusus."

Senin, 23 November 2009, 09:34 WIB

VIVAnews - Langkah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dinilai 'cari aman' dalam menanggapi rekomendasi Tim Independen Verifikasi Fakta dan Hukum atau Tim 8.

Yang pasti, SBY itu pemimpin peragu yang selalu cari aman," kata Wakil Ketua Majelis Pakar Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Lukman Hakiem dalam pesan singkat yang diterima VIVAnews, Minggu 22 November 2009.

Indikasi Presiden sebagai peragu dalam menyelesaikan kasus dua pimpinan nonaktif Komisi Pemberantasan Pemberantasan Korupsi (KPK) Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto terlihat saat Presiden menyerahkan masalah ini kepada pembantu-pembantunya.

Dimulai saat Presiden membentuk Tim 8 untuk mengklarifikasi proses hukum atas Chandra-Bibit dalam kasus dugaan penyalahgunaan kewenangan saat mencekal bos PT Masaro Radiokom Anggoro Widjojo.

Kemudian, kata Lukman, rekomendasi Tim 8 itu malah diserahkan kepada Kepala Kepolisian RI Jenderal Bambang Hendarso dan Jaksa Agung Hendarman Supandji.

"Saat Kapolri Jaksa Agung serahkan hasil kajian, SBY malah serahkan hasil kajian Kapolri Jaksa Agung ke Staf Khusus," kata dia.

Ia menilai kajian-kajian di tiap lembaga itu malah membuat masalah makin tak jelas. "Mutar-mutar enggak karuan tanpa disentuh SBY," katanya."Ini dagelan yang benar-benar tidak lucu."

Chandra dan Bibit ditetapkan sebagai tersangka oleh Mabes Polri. Mereka diduga melakukan menerima uang yang dialirkan adik Anggoro, Anggodo Widjojo. Uang ini untuk memuluskan pengusutan KPK dalam kasus korupsi pengadaan Sistim Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) yang menyeret Anggoro.

Dugaan kriminalisasi atas keduanya mencuat saat Ary Muladi--suruhan Anggodo menyerahkan uang--mencabut Berita Acara Pemeriksaan (BAP) pertama. Dalam BAP itu, Ary semula mengakui bertemu dengan pejabat KPK dan meyerahkan uang itu secara langsung.

Belakangan, Ary mengaku berbohong saat di BAP pertama itu. Dia juga mengaku tidak mengenal satupun pejabat KPK. Uang dari Anggodo, kata Ary, ia gunakan untuk keperluannya sendiri.
Sisanya, ia serahkan ke kawannya, Yulianto.

Dugaan kriminalisasi seolah diperkuat lagi dengan pemutaran rekaman Anggodo dengan sejumlah orang di Mahkamah Konstitusi, Selasa 3 November lalu.

Dalam rekaman itu, Anggodo menyinggung pidana yang dijeratkan pada pejabat KPK, termasuk Chandra-Bibit.

20 November 2009

Semua yang Mengancam Kemerdekaan Pers Harus Dilawan!

Elvan Dany Sutrisno - detikNews

Jakarta - Mabes Polri telah membatalkan pemanggilan pada media massa terkait laporan Anggodo. Meski demikian, kritik pada korps baju coklat tetap saja meruyak. Mereka yang mengancam kemerdekaan pers harus dilawan.

'Polisi bikin blunder. Anggodo dibiarkan, tapi media massa yang memuat transkrip rekaman Anggodo malah mau dipanggilin,' kata Ketua Dewan Pakar DPP PPP Lukman Hakiem kepada detikcom, Jumat (19/11/2009).

Menurutnya, meski sudah ada upaya revisi dan perbaikan sikap polri terhadap media dengan membatalkan pemanggilan atas kasus laporan Anggodo, hal itu menunjukkan rendahnya profesionalisme Polri dalam bekerja.

'Ini sama saja dengan bikin musuh baru. Kalau begini terus, makin susah membela polisi yang citranya semakain buruk,' ujar pria yang 20 tahun menggeluti dunia jurnalistik ini.

Lukman mengingatkan semua pihak termasuk polisi dan pemerintah untuk tidak sekali-kali membatasi kemerdekaan pers yang sudah diperjuangkan selama bertahun-tahun. Sebab, siapa saja yang melakukan hal itu pati akan berhadapan dengan rakyat.

'Sebagai orang yang pernah berprofesi sebagai wartawan pada tahun 1977-1997, dan turut membidangi lahirnya UU tentang kemerdekaan dan kebebasan pers, semua potensi yang mengancam kemerdekaan pers harus dilawan!,' tutupnya.

(yid/nrl)"