Sepatah Kata Dari Saya

Assalamualaikum Wr. Wb.

Terima kasih anda telah mengunjungi blog saya. Blog ini ditujukan sebagai sarana komunikasi antara saya dan ummat. Mudah-mudahan blog ini dapat bermanfaat bagi anda. Saya harap, anda berkenan memberikan kritik dan masukan anda ke email lukman.hakiem@yahoo.co.id . Kritik dan masukan anda sangat berarti bagi saya dalam mengabdi dan melayani ummat, demi melanjutkan pengabdian untuk kemaslahatan bersama.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.




Kegiatan Saya

Lukman_Hakiem's Profile Pictures album on Photobucket

29 Januari 2011

PPP : KPK Harus Tangkap Penyuap Dalam Pemilihan DGS BI

Gelombang kekecewaan atas penahanan KPK terhadap 19 tersangka kasus suap perjalanan (travellers cheque) dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI) Miranda Goeltom pada 2004 lalu, semakin mengemuka. Kali ini, giliran politisi PPP yang mengecam tindakan sepihak KPK.

MENURUT Lukman Hakiem, Wakil Ketua Majelis Dewan Pakar PPP kepada Monitor Indonesia, Sabtu (29/1/2011), ketidakmampuan menangkap Nunun pada akhirnya justru membuat wibawa KPK menjadi melorot. Lukman memberi contoh, tokoh Islam Abu Bakar Ba’asyir saja pernah ditangkap meski sedang berada di rumah sakit.

“Masa kepada yang lain tegas, Abu Bakar Ba’asyir saja di rumah sakit bisa diserbu. Ini ada apa,” tanya dia.

Jika menangkap Abu Bakar Ba’asyir bisa, seharusnya KPK juga bisa menangkap Nunun, yang sudah jelas diketahui berada di Singapura. “Alamat Nunun sudah jelas di Singapura.

Dalam dakwaan jaksa itu juga sudah jelas, ini kan aneh. Hukum harus ditegakkan dengan adil dan benar, biar KPK jangan dituduh mempolitisasi,” tegas Lukman.

Seperti diketahui, pemberi suap dalam kasus DGS BI yakni Nunun Nurbaeti hingga kini belum ditangkap. “Nunun yang memberi suap sampai sekarang belum ditangkap. Ini salah satu bentuk kezaliman KPK,” tukasnya.

Ironisnya, kata Lukman, jaksa dalam persidangan di Tipikor berkali-kali menyebut nama Nunun sebagai pemberi suap.

“Padahal jaksa KPK sudah berkali-kali menyebut nama Nunun dalam tuntutan, tetapi tidak bisa mendatangkan. Itu persidangan resmi loh. Bukan di warung kopi. Kan aneh,” imbuh mantan anggota DPR ini.

Lukman juga berharap agar KPK belajar dari kasus Ayin yang bebas karena mendapat remisi. Padahal, semua orang tahu bagaimana kelakuan Ayin ketika mendekam di penjara.

“Ini soal hati nurani, kenapa Ayin bisa mendapat remisi dan bebas sementara di penjara dia membangun hotel. Ini tentu saja sudah mengusik hati nurani,” katanya.

Sementara itu, politisi Partai Golkar Agun Gunanjar juga menilai banyak kejanggalan dalam penahanan 19 tersangka terkait kasus DGS BI. Menurut Agun meskipun pihaknya sangat menghargai dan menghormati proses penegakan hukum, langkah KPK menurutnya sangat janggal.

“Kami menilai banyak kejanggalan dalam kasus ini, meskipun kita sangat menghargai dan menghormati KPK dalam penegakan hukumnya,” ujar Agun Jumat, (28/1/2011).

”Pertama KPK seolah tidak tahu dan belum menjelaskan siapa penyuap sebenarnya dalam kasus ini. Kedua KPK juga tidak tahu dimana posisi Ibu Nunun yang katanya sakit, padahal jelas disebutkan bahwa dia adalah saksi kunci yang mengetahui kemana dana dibagikan dan siapa yang menyiapkan dana tersebut, sesuai pengakuan Arie Malangyudo. Nah yang ketiga tidak ada penelusuran lebih jauh mengenai keterlibatan Bank Indonesia dalam hal ini,” kata Agun menguraikan.

Itu sebabnya, Agun menilai penahanan terhadap rekan-rekannya itu disinyalir sarat kepentingan politik. Ia menyebutkan, di saat anggota DPR sedang membuat Panja Pajak untuk mengungkap kasus Gayus, bahkan di saat hak angket mafia pajak menjadi isu panas di DPR, seolah ada aksi balasan dari pihak lain.

“Pada dasarnya kami sangat menghargai dan menghormati KPK dalam rangka pemberantasan korupsi. Namun diharapkan tanpa ada kepentingan,” tukas dia.

Sementara itu, juru bicara KPK Johan Budi, membantah memiliki kepentingan. Kendati begitu, Johan juga mengaku kesulitan menemukan Nunun. Pekan depan, kata Johan, KPK akan mulai mengusut siapa penyuap dalam perkara ini.

Hurri Rauf/IHP

26 Januari 2011

Jelang 100 Tahun 'Presiden Kedua Indonesia', Mr. Prawiranegara


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Tokoh Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI), Syafruddin Prawiranegara, akan genap berusia 100 tahun pada 28 Februari 2011. Panitia peringatan mengadakan sejumlah acara untuk memperingati 'Presiden Indonesia ke-2' itu.

"Panitia peringatan seabad Mr Syafruddin Prawiranegara akan meluncurkan novel sejarah Presiden Prawiranegara, seminar, dan pameran foto di Yogyakarta dan Bukittinggi," kata juru bicara panitia, Lukman Hakiem, pada Republika, Rabu (26/1).

"Kami akan meminta Sri Sultan Hamengkubuwono X untuk membuka pameran di Yogyakarta dan untuk pameran di Bukittinggi kami berharap Menhan Purnomo Yusgiantoro mau membuka," kata Lukman lagi.

Mr. Syafruddin Prawiranegara, atau juga ditulis Sjafruddin Prawiranegara lahir di Serang, Banten, 28 Februari 1911. Posisinya dalam sejarah Indonesia sangat penting, mengingat ia menjadi Ketua/Presiden PDRI saat Belanda melakukan Agresi Militer II 19 Desember 1948 dan menangkap Soekarno-Hatta di Yogyakarta. Pada saat menjabat sebagai Menteri Kemakmuran inilah terjadi Agresi Militer II dan menyebabkan terbentuknya PDRI.

Namun, sejarah Syafruddin seperti dilupakan. Padahal PDRI dijuluki "penyelamat Republik", yang membuat pemerintahan Republik Indonesia masih tetap eksis.

Atas usaha Pemerintah Darurat, Belanda terpaksa berunding dengan Indonesia. Perjanjian Roem-Royen mengakhiri upaya Belanda, dan akhirnya Soekarno dan kawan-kawan dibebaskan dan kembali ke Yogyakarta.

Pada 13 Juli 1949, diadakan sidang antara PDRI dengan Presiden Sukarno, Wakil Presiden Hatta serta sejumlah menteri kedua kabinet. Serah terima pengembalian mandat dari PDRI secara resmi terjadi pada tanggal 14 Juli 1949 di Jakarta.

Syafrudin Prawiranegara pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri, Menteri Keuangan, dan Menteri Kemakmuran. Ia menjabat sebagai Wakil Menteri Keuangan pada tahun 1946, Menteri Keuangan yang pertama kali pada tahun 1946 dan Menteri Kemakmuran pada tahun 1947.

Red: Stevy Maradona