Dalam debat cawapres Boediono komplain soal penempatan agama dalam politik. Lalu muncul tuduhan, JK telah mempolitisisasi agama.
Pernyataan dan tuduhan ini justru membuka ambiguitas SBY-Boed. Disatu sisi tidak suka penempatan agama dalam politik, di sisi lain dalam berkampanye SBY-Boed justru mendatangkan ulama dan kiai. Malah di Tim Sukses SBY-Boed ada Majelis Dzikir SBY. Dalam iklannyapun mereka juga menggambarkan kehidupan yang religius. Apakah ini bukan mempolitisasi agama?
Kalau ada penampilan dan keadaan di SBY-Boed yang tidak disukai orang yang taat beragama, jangan menuding agama telah dipolitisasi oleh lawan. Jangan pula salahkan orang menilai. Di era keterbukaan sekarang, apa yang tidak bisa diketahui orang? Semua akan terkuak, walau ditopengi sehebat apapun.
Kalau istri Capres/Cawapres berjilbab, jangan ditafsirkan dengan peragaan kampanye agar umat bersimpati. Ibu Mufidah Jusuf Kalla dan Ibu Uga Wiranto dalam kesehariannya sudah lama berjilbab, sesuai dengan perintah agama. Biarlah masyarakat kita yang cerdas ini menilai.
Agar sama dengan yang lain, haruskah Ibu Mufidah Jusuf Kalla dan Ibu Uga Wiranto membuka jilbabnya? Ini amat naif dan sama dengan memberangus keyakinan warga negara.
Agama dan politik dapat dibedakan, tapi tidak dapat dipisahkan. Politik harus membuka diri terhadap intervensi wahyu. Inilah politik yang dibimbing oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, sila pertama dalam Pancasila.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar