Sepatah Kata Dari Saya

Assalamualaikum Wr. Wb.

Terima kasih anda telah mengunjungi blog saya. Blog ini ditujukan sebagai sarana komunikasi antara saya dan ummat. Mudah-mudahan blog ini dapat bermanfaat bagi anda. Saya harap, anda berkenan memberikan kritik dan masukan anda ke email lukman.hakiem@yahoo.co.id . Kritik dan masukan anda sangat berarti bagi saya dalam mengabdi dan melayani ummat, demi melanjutkan pengabdian untuk kemaslahatan bersama.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.




Kegiatan Saya

Lukman_Hakiem's Profile Pictures album on Photobucket

04 Agustus 2009

PENDAPAT AKHIR
FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
TERHADAP
RANCANGAN UNDANG UNDANG
TENTANG
SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
==============================================================
Disampaikan pada Rapat Paripurna Luar Biasa DPR-RI, Senin 3 Agustus 2009
Oleh Juru Bicara Fraksi PPP DPR-RI: Lukman Hakiem
Anggota DPR-RI Nomor: A-31
==============================================================


Memperkuat Mekanisme Chek and Balances
Pembentukan RUU ini dilakukan dalam rangka menata kembali fungsi, kewenangan, mekanisme kerja, hubungan antarlembaga serta mengoptimalisasi peran lembaga perwakilan dalam sistem ketatanegaraan kita. Dengan tugas dan kewenangan yang berbeda MPR, DPR, DPD memiliki kedudukan sebagai lembaga negara dan DPRD sebagai lembaga/badan legislatif daerah, memiliki peran penting dalam sistem politik nasional.
Dalam pandangan Fraksi PPP pembentukan RUU ini setidaknya memiliki tiga tujuan yaitu; pertama, memperkuat kinerja, fungsi representasi dan akuntabilitas lembaga permusyawaratan dan lembaga perwakilan; kedua, mengoptimalkan mekanisme check and balances dalam sistem pemerintahan negara; dan ketiga mengefektifkan sistem pemerintahan presidensiil dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Ikhtiar menempatkan kedudukan lembaga perwakilan dalam upaya memperkuat mekanisme check and balances dimulai dengan menyepakati judul RUU ini menjadi RUU tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. Frasa Susunan dan Kedudukan harus dihapuskan, karena seolah-olah muatan RUU ini hanya berkutat pada soal-soal susunan dan kedudukan belaka. Padahal muatan RUU ini jauh lebih luas dari sekadar susunan dan kedudukan.
Upaya penyempurnaan terhadap RUU ini dilakukan dengan menyusun kembali sistematika dan perubahan substansi, agar pengaturan terhadap masing-masing lembaga permusyawaratan dan perwakilan lebih komprehensif dan mudah difahami.

Kedudukan MPR Pasca Amandemen UUD 1945
Reposisi kedudukan dan kewenangan MPR dalam sistem ketatanegaraan pasca amandemen UUD NRI Tahun 1945 telah menempatkan MPR sebagai lembaga negara yang memiliki kewenangan terbatas, yaitu; mengubah dan menetapkan Undang-undang Dasar, melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden dan memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-undang Dasar. Oleh karena itu, RUU ini diharapkan telah mengubah struktur dan mekanisme kerja agar MPR dapat bekerja dengan lebih efisien dan efektif.
Dalam hal kewenangan MPR melakukan impeachment (pemberhentian) Presiden dan/atau Wakil Presiden, sekaligus pengisian kekosongan jabatan Presiden dan/atau Wakil Presiden, juga perubahan Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945, RUU ini telah mengatur secara lebih rinci. Berbagai pengaturan mengenai mekanisme menjalankan kewenangan di atas, yang semula diatur dalam Peraturan Tata Tertib MPR telah dimuat dan disempurnakan kembali dengan mengacu pada UU Nomor 10/2004 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Upaya ini dilakukan dalam rangka tertib hukum dan memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Sehingga di kemudian hari apabila terjadi hal-hal crusial berkenaan dengan pelaksanaan kewenangan MPR, tidak menimbulkan perbedaan penafsiran terhadap aturan tersebut, karena hal itu sudah diatur dalam UU bukan dalam bentuk Peraturan Tata Tertib MPR.

Dalam hubungan ini, semula Fraksi PPP berpendapat agar pimpinan MPR tidak perlu dipermanenkan. Pimpinan MPR, hanya manifes ketika terjadi sidang MPR. Dan karena itu, kepemimpinan MPR cukup direpresentasikan oleh pimpinan DPR dan pimpinan DPD. Akan tetapi, dalam diskusi panjang mulai di Panitia Khusus sampai Tim Perumus, bagaimana rumusan mengenai kepemimpinan tidak mencapai titik temu, sehingga soal ini diserahkan kepada rembugan tingkat pimpinan Fraksi.
Dari rembug para pimpinan fraksi itulah lahir formula 1 (satu) Ketua MPR dengan 4 (empat) Wakil Ketua.

Berbagai Penataan Ulang di DPR
Berkenaan dengan penyempurnaan regulasi DPR, semangat untuk meningkatkan kinerja, efektivitas dan efisiensi telah tercermin dalam RUU ini. Untuk mengefektifkan pelaksanaan fungsi DPR dan hubungannya dengan konstituen, RUU ini telah memuat secara tegas bahwa ketiga fungsi DPR dijalankan dalam rangka memperkuat fungsi representasi, di antaranya membuka ruang partisipasi publik seluas-luasnya, transparansi pelaksanaan fungsi-fungsi, serta pertanggungjawaban kerja DPR kepada rakyat yang direpresentasikannya.
Ketentuan ini mengharuskan setiap wakil rakyat dalam menjalankan fungsi, tugas dan kewenangannya senantiasa melakukan komunikasi secara intensif dan berkesinambungan dengan konstituennya. Bukan hanya menjelang pemilu wakil rakyat getol melakukan komunikasi dan berkunjung menemui konstituennya, tetapi setelah terpilih menjadi wakil rakyat hubungan emosional-aspiratif tersebut kembali tersumbat.
Dalam hal penetapan jumlah dan mekanisme pengisian Pimpinan DPR, sejak awal Fraksi PPP mengusulkan agar Pimpinan DPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 4 orang (empat) wakil ketua, pengisiannya dilakukan secara proporsional berdasarkan perolehan kursi di DPR secara berurutan dengan prinsip musyawarah dan mufakat. Dalam pandangan Fraksi PPP, pengaturan ini merupakan bentuk penghargaan terhadap partai-partai yang telah memperoleh dukungan rakyat dalam pemilu.

Untuk memberikan kepastian hukum dan menghindari perbedaan penafsiran dalam pelaksanaan fungsi, penggunaan hak-hak DPR dan tugas alat kelengkapan dewan, pengaturannya telah lebih dirinci dalam RUU ini. Misalnya, dalam hal pelaksanaan hak interpelasi, Presiden dapat hadir untuk memberikan penjelasan tertulis terhadap materi interplasi dalam rapat paripurna. Hanya apabila Presiden tidak dapat hadir untuk memberikan penjelasan tertulis dalam Rapat Paripurna Dewan, Presiden menugasi menteri/pejabat terkait untuk mewakilinya.
Selain itu, untuk meningkatkan kinerja fungsi pengawasan DPR, perlu dibentuk Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) sebagai salah satu alat kelengkapan Dewan yang bertugas mengawasi akuntabilitas penggunaan keuangan negara, terutama menindaklanjuti laporan dari BPK. Fraksi PPP berpandangan, pembentukan BAKN tidak dimaksudkan untuk menambah birokrasi pengawasan Dewan, melainkan dimaksudkan untuk mengurangi penyalahgunaan keuangan negara secara lebih dini.
Dalam penyusunan APBN, RUU ini telah meregulasi mekanisme penyusunannya. Penyusunan APBN nanti, diawali dengan pembicaraan pendahuluan dan Pemerintah menyampaikan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal pada tanggal 20 Mei. Kemudian Presiden mengajukan RUU APBN, disertai nota keuangan dan dokumen pendukungnya pada bulan Agustus. RUU APBN disahkan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. Dengan adanya mekanisme ini, Fraksi PPP berpendapat akan terdapat cukup waktu bagi DPR untuk mempersiapkan pembahasan RUU RAPBN dengan lebih cermat dan membuka ruang transparansi yang lebih luas bagi publik.
Fraksi PPP bergembira karena akhirnya RUU ini telah menempatkan secara proporsional kewenangan Badan Kehormatan (BK) sebagai lembaga internal yang bertugas menjaga harkat dan martabat Anggota DPR, terutama terkait dengan mekanisme pemberhentian Anggota DPR yang tidak secara serta merta. Menurut ketentuan RUU ini sanksi pemberhentian anggota DPR berdasarkan hasil penyelidikan dan verifikasi BK dilaporkan kepada Rapat Paripurna dan oleh Pimpinan DPR, Putusan BK tersebut disampaikan kepada Pimpinan Partai Politik untuk ditindaklanjuti.

DPD: Mau Diapakan?
Upaya mengakomodir dinamika yang berkembang dalam DPD dan aspirasi yang berkembang di masyarakat akan kebutuhan memperkuat fungsi legislasi, dilakukan dengan mengikutsertakan DPD dalam pembahasan terhadap RUU bidang tertentu baik yang diajukan oleh DPR maupun oleh Presiden hingga Pembicaraan Tingkat I. Sejak semula, Fraksi PPP sungguh-sungguh ingin memperkuat peranan DPD. Akan tetapi ikhtiar penguatan DPD justru terkendala oleh aturan main yang dirumuskan dalam UUD NRI 1945 sendiri. Pasal 22D ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 menegaskan, kewenangan DPD terbatas pada keikutsertaannya dalam melakukan pembahasan. Tidak dalam pengambilan keputusan.
Selain itu, dalam pandangan kami RUU ini juga telah memberikan penguatan fungsi pengawasan DPD secara lebih efektif, dengan memberikan kewajiban untuk melakukan komunikasi secara intensif dengan konstituennya, dengan pemerintahan daerah provinsi dan kabupaten/kota serta DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota, sekaligus menyerap dan menghimpun aspirasi yang berkembang dan permasalahan di provinsinya.
Ke depan, harus ada keberanian dari segenap komponen bangsa untuk secara cerdas dan dewasa mendiskusikan kembali posisi DPD dalam sistem ketatanegaraan kita. Pilihan yang tersedia, apa boleh buat, cuma dua saja: memperkuat DPD secara maksimal dan dengan demikian kita menyepakati sistem parlemen bikameral 100%, atau kembali ke sistem ketatanegaraan yang lama, tanpa DPD.

DPRD Bukan Subordinasi Pemerintah Daerah
Persoalan mendasar terkait dengan peran DPRD, Fraksi PPP menekankan bahwa memang benar UUD NRI Tahun 1945 menyebutkan bahwa Pemerintahan Daerah “memiliki” DPRD yang dipilih melalui pemilihan umum. Penting ditegaskan di sini, yang memiliki DPRD itu bukan Pemerintah Daerah melainkan Pemerintahan Daerah. Sehingga DPRD bukanlah subordinasi dari Pemerintah Daerah melainkan representasi cabang kekuasaan legislatif di daerah. Karena itu, Fraksi PPP lebih menekankan kedudukan DPRD sebagai lembaga/badan legislatif daerah, bukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam RUU ini.
Fraksi PPP menyesal, diskusi panjang dalam penyusunan RUU ini, belum berhasil mengoptimalkan posisi DPRD.
Dalam hal jumlah dan mekanisme pengisian dan jumlah Pimpinan DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, jumlah Pimpinan DPRD tidak seluruhnya sama, tetapi berdasarkan besaran jumlah kursi dari masing-masing daerah. Sedangkan pengisian pimpinan DPRD sama dengan pengisian Pimpinan DPR yaitu berdasarkan perolehan kursi terbanyak berdasarkan prinsip musyawarah dan mufakat.
Semangat untuk memperkuat kinerja DPRD dalam melaksanakan wewenangnya juga tercermin dalam RUU ini, dengan dibentuknya kelompok pakar atau tim ahli yang akan membantu pimpinan, komisi, badan dan fraksi. Dengan adanya kelompok pakar atau tim ahli diharapkan dapat mengoptimalisasi peran DPRD lembaga legislatif daerah sebagai mitra kerja Pemerintah Daerah yang memiliki SDM yang lebih banyak dan lebih baik.
Untuk mengefektifkan mekanisme pembahasan Peraturan Daerah (PERDA) di DPRD maka jumlah keanggotaan fraksi di DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota adalah sesuai dengan jumlah komisi yang ada, sehingga setiap fraksi mempunyai anggota di dalam komisi-komisi tersebut.
Terkait dengan kewenangan dan pemberian sanksi BK DPRD telah diatur sama dengan pengaturan BK di DPR, yaitu; mengembalikan sanksi pemberhentian Anggota DPRD kepada partai politik yang bersangkutan.

Optimalisasi Peran Sekretariat Jenderal
Bahwa Sekretariat Jenderal MPR, DPR, dan DPD yang berfungsi sebagai supporting system utama bagi lembaga permusyawaratan dan lembaga perwakilan harus dapat melaksanakan tugas dan kewenangannya secara optimal. Oleh karena itu, struktur dan kewenangan lembaga tersebut harus memenuhi tugas pokok sebagai lembaga permusyawaratan dan lembaga perwakilan. Dalam RUU ini telah ditetapkan struktur organisasi dan tata kerjanya diusulkan oleh lembaga masing-masing dan ditetapkan dengan peraturan Presiden.
Selain perlunya dibentuk badan fungsional/keahlian dalam lembaga DPR, Fraksi PPP mengusulkan perlu juga dibentuk suatu badan yang mengelola hal-hal di luar tugas pokok DPR seperti pembangunan infra-struktur, pemeliharaan dan lain-lain. Sehingga Sekretariat Jenderal DPR tidak memasuki wilayah yang berkaitan dengan hal-hal di luar persidangan yang cenderung menimbulkan conflict of interest.
Mekanisme pengisian jabatan Sekretaris Jenderal harus mempertimbangkan masukan dari pimpinan masing-masing lembaga melalui mekanisme uji kepatutan dan kelayakan, dan dalam penetapannya berdasarkan keputusan pimpinan lembaga masing-masing untuk diangkat dengan keputusan Presiden.

Rapat Paripurna Bukan Lagi Forum Lomba Pidato
Selain hal-hal yang diuraikan di muka, ada satu hal yang penting juga disampaikan. Setelah berlakunya Undang-Undang ini nanti, rapat paripurna DPR akan terbebas dari ajang lomba pidato seperti hari ini. Pendapat akhir, entah disertai argumen atau tidak, cukup disampaikan pada pengambilan keputusan tingkat I dalam rapat kerja di Panitia Khusus atau di Komisi. Kecuali ada yang harus diputuskan melalui pemungutan suara, di rapat paripurna nanti pimpinan fraksi-fraksi dari tempat duduknya masing-masing cukup mengatakan ya atau tidak terhadap sesuatu materi yang akan diputuskan.
Akibat wajar dari aturan ini, kelak teman-teman media massa terpaksa harus menunggui proses pengambilan keputusan di rapat-rapat Pansus yang sering kali dilaksanakan pada larut malam atau bahkan pada dinihari.

Setuju Ditetapkan Menjadi Undang-Undang
Berdasarkan uraian dan pertimbangan di atas, seraya berserah diri pada Allah, Fraksi PPP dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim memberikan persetujuan agar RUU tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ditetapkan menjadi Undang-undang tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Kami berharap Undang-Undang ini dapat menjadi dasar yang kukuh untuk memperkuat peran dan kinerja lembaga permusyawaratan dan lembaga perwakilan dalam sistem politik kita secara lebih demokratis dan produktif.



Tidak ada komentar: