Kelahiran
HMI di Yogyakarta[1]
Oleh:
Asmin Nasution[2]
I
Pengantar
Terlebih dahulu saya mengucapkan
terima kasih atas undangan, dan menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya
atas prakarsa Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) untuk mengadakan
Seminar Sejarah HMI. Semoga seminar dapat dihadiri oleh Saudara-saudara alumni
seperti terdaftar pada surat PB HMI, dan dapat mencapai hasil yang kita
harapkan.
Usaha semacam ini mungkin bukanlah
untuk yang pertama kali. Pernah saya dihubungi oleh seorang anggota pimpinan
HMI Cabang Ujung Pandang, dan pimpinan HMI Cabang Jakarta untuk memperoleh
fakta-fakta mengenai lahirnya organisasi mahasiswa ini, dan juga untuk
memberikan ceramah dalam suatu pengkaderan mengenai hal yang sama.
Kepada mereka atau dalam ceramah selalu saya
ingatkan bahwa keterangan-keterangan yang saya berikan adalah semata-mata
berdasarkan ingatan saya, yang tidak boleh tidak telah samar-samar oleh karena
kejadiannya telah hampir melalui umur satu generasi manusia. (Sekarang --sejak
tahun 1947 sampai tahun 1975-- sudah 28 tahun). Dan selalu saya sarankan agar
ditemui senior-senior alumni lainnya yang aktif antara tahun-tahun 1947-1950.
Saya lihat nama-nama alumni tersebut sebagian
besar sudah terdaftar oleh Saudara-saudara sebagai pemerasaran atau sebagai resources person.
Dalam menyusun sejarah HMI pada hemat saya
kita harus sepakati cara-caranya, yaitu mengambil metode riset ilmiah, dan
tidak lain daripada itu. Bila kemudian ada hal-hal atau anggapan hingga
sekarang terbukti keliru menurut hasil penelitian ilmiah sejarah, maka yang
tiada benar haruslah dikoreksi atas keputusan seminar.
Sekali lagi saya katakan, uraian berikut di
bawah ini adalah berdasarkan ingatan belaka. Saya mendapat kehormatan ditunjuk
sebagai salah seorang resources person.
Izinkanlah saya membatasi informasi hanya
mengenai “Kelahiran HMI di Yogyakarta”.
Pendahuluan
Yang saya ketahui, orang yang pertama kali
mengeluarkan pikiran atau maksud mendirikan organisasi mahasiswa Islam di
Yogyakarta dalam tahun 1947 adalah mahasiswa bernama Lafran Pane. Ide itu
dicetuskannya ketika ia terdaftar sebagai mahasiswa mahasiswa Sekolah Tinggi Islam[3] (STI. Sejak 27 Rajab 1367
atau 10 Maret 1948, STI diubah namanya menjadi University Islam Indonesia) di
Yogyakarta. Pada waktu itu saya pun adalah mahasiswa pada universitas tersebut.
Perkenalan saya dengan Saudara Lafran Pane
sebenarnya sudah sejak tahun 1943, ketika kami dalam masa pendudukan Jepang
tinggal di Jakarta. Malahan orang tuanya pun telah lama sebelumnya saya kenal.
Yaitu ketika saya masih murid sekolah dasar yang dipimpin oleh Pane Senior di
Padang Sidempuan, Tapanuli Selatan.
Maka dapatlah dipahami bahwa kami berdua yang
berasal dari satu daerah merasa dekat satu sama lain dan banyak saling
berhubungan dan mengeluarkan cita-cita masing-masing sebagai mahasiswa.
Motivasi
dan Latar Belakang Sejarah Berdirinya HMI
Pada suatu hari Saudara Lafran Pane bicarakan
dengan saya ide untuk mendirikan organisasi mahasiswa Islam, di samping
organisasi-organisasi yang telah ada di Yogyakarta.
Ingat saya sudah ada Persatuan Mahasiswsa
Indonesia (PMI), Persatuan Mahasiswa Yogyakarta (PMY), Perhimpunan Mahasiswa
Katolik Republik Indonesia (PMKRI), dan beberapa organisasi intern universitas
atau fakultas.
PMI dan PMY bersifat umum, dan kadang-kadang
ikut aktifitas politik. Salah seorang anggota pimpinan bernama Suripno yang
baru pulang dari Cekoslawakia dan berpaham komunis (pada waktu itu tidak
diketahui umum). PMKRI jelas bersifat
keagamaan.
Organisasi pemuda yang di dalamnya juga ada
mahasiswanya pada waktu itu adalah Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII).
Motivasi dan latar belakang sejarah
berdirinya HMI, kiranya dapatlah dicari banyak sedikitnya di sekitar eksistensi
organisasi-organisasi tersebut di atas, yaitu:
1. Belum ada organisasi mahasiswa Islam,
2. Telah berdirinya organisasi mahasiswa
keagamaan PMKRI,
3. Walaupun samar-samar, adanya organisasi
bercorak politik, dan
4. GPII bersifat terlalu heterogen untuk
dimasuki mahasiswa Islam.
Nama
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
Di waktu
itu saya sendiri duduk sebagai salah seorang anggota pengurus organisasi
intern mahasiswa STI. Mendengar ide yang dicetuskan oleh Saudara Lafran Pane,
saya enthousiast dan kami
coba-cobalah mereka-reka apakah gerangan nama organisasi mahasiswa Islam yang
akan didirikan itu?
Persatuan Mahasiswa Islam?
Perhimpunan Mahasiswa Islam?
Wah! Keduanya kalau disingkat masing-masing
menjadi PMI. Tidak kena. Sudah ada Persatuan Mahasiswa Indonesia yang
singkatannya PMI. Juga bisa disangka orang Palang Merah Indonesia.
Maka kata “Perhimpunan” kami ganti dengan
“Himpunan”. Artinya sama. Jadilah bayi yang akan lahir: “Himpunan Mahasiswa
Islam”.
Peristiwa ini terjadi dalam bulan Februari
1947.
Saat-saat
Berdirinya HMI
Akan tetapi kami belum merasa aman
kalau belum berkonsultasi dengan beberapa pemuka Islam, terutama dengan Rector Magnificus STI, Bapak A. Kahar
Mudzakkir, mengenai rencana pendirian organisasi mahasiswa Islam tersebut.
Tiada lama kemudian, pada suatu hari
kami berdua –Saudara Lafran Pane dan saya—menemui Bapak Ismail Banda, B.A.,
anggota junior Dewan Pimpinan Masyumi di tempat kediamannya di Jalan Ngabean.
Setelah menerangkan maksud kedatangan kami, beliau berkata antara lain bahwa
rencana itu adalah baik sekali. Beliau memberi nasihat agar anggota-anggota
organisasi mahasiswa Islam yang akan didirikan itu nanti tidak lupa pada tugas
utamanya yaitu studi, dan tidak ikut-ikutan berpolitik.
Dalam pada itu kami berdua
menjelaskan bahwa Himpunan yang akan kami dirikan adalah berdiri sendiri, tidak
ada hubungan secara organisatoris dengan partai-partai politik Islam, bukan
“anak” atau “onderbouw” dari salah
organisasi politik Islam yang mana pun, tetapi akan bekerja sama dengan semua
organisasi Islam.
Dari rumah Bapak Ismail Banda, kami
menuju tempat kediaman Rector Magnificus
STI, Bapak A. Kahar Mudzakkir, juga di Jalan Ngabean. Beliau menyatakan gembira
adanya inisiatif demikian dari mahasiswanya.
Dengan hati besar kami tinggalkan
rumah beliau, dan pada suatu rapat dengan mahasiswa-mahasiswa STI selesai
kuliah, maksud mendirikan himpunan mahasiswa Islam menjadi topik pembicaraan
dan diputuskanlah mewujudkan organisasi tersebut. Himpunan Mahasiswa Islam
lahir dalam lingkungan STI.
Pengurus
HMI yang Pertama
Pada petang itu dibentuklah pengurus
HMI yang pertama. Antara lain Ketua Saudara Lafran Pane, Wakil Ketua Asmin
Nasution.
Untuk menyusun Anggaran Dasar
ditunjuk Saudara Asmin Nasution. Anggaran Rumah Tangga dapat menyusul kemudian.
Anggaran
Dasar HMI yang Pertama
Untuk menjalankan tugas menyusun
Anggaran Dasar itu, saya pinjam sebuah buku dari Saudara Djanamar Adjam, yaitu
suatu buku yang di dalamnya terdapat Anggaran Dasar sebuah organisasi kepanduan
Islam di mana duduk sebagai pengurusnya, Mohamad Roem dan Jusuf Wibisono. Organisasi
pandu ini berkedudukan di Batavia (Jakarta).
Rangka Anggaran Dasar HMI yang
pertama diambil dari buku itu. Apa dasar organisasi? Ingat saya adalah Al-Quran
dan Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Tujuannya antara lain untuk membentuk cendekiawan-cendekiawan Islam
menuju masyarakat Islam yang makmur dan bermartabat tinggi.
HMI
Mulai Aktif di Luar STI
Saudara Lafran Pane yang pandai
bergaul memperoleh banyak kawan di Balai Perguruan Tinggi (cikal bakal
Universitas) Gadjah Mada. Mula-mula beberapa orang dapat ditariknya menjadi
anggota dan simpatisan HMI.
Kebetulan di bulan berikutnya di
Malang akan diadakan Kongres Mahasiswa se-Indonesia. HMI dapat mengirimkan
wakinya kalau dapat memenuhi persyaratannya antara lain mempunyai Anggaran
Dasar dan memiliki anggota sedikit-dikitnya 50 orang.
Maka segeralah kami membuat daftar
nama-nama anggota HMI. Sebenarnya waktu itu yang resmi terdaftar belum mencapai
50 orang, tetapi kami anggap semua mahasiswa STI adalah sudah menjadi anggota.
Kami buatlah suatu daftar nama-nama anggota melebihi dari jumlah 50 orang, dan
HMI mendapat undangan ke Kongres. Boleh mengutus dua orang wakil. Saudara
Lafran Pane dan saya sendiri pergi ke Malang mewakili HMI.
Dalam perjalanan ke Malang dengan
kereta api dari Yogyakarta, kami berjumpa dengan kawan-kawan sepaham di
kalangan mahasiswa BPT Gama, antara lain Saudara M.S. Mintaredja.
Dalam Kongres Mahasiswa se-Indonesia
itu, eksistensi HMI meluas dikenal, dan simpatisan bertambah jumlahnya.
Peristiwa penting dalam pertumbuhan
HMI dalam masa-masa pertama adalah kepindahan Saudara Lafran Pane ke BPT GAMA.
Sejak itulah keanggotaan HMI meluas dengan mahasiswa-mahasiswa yang
berpendidikan umum, intelektuil-intelektuil muda dari macam-macam fakultas, di
antaranya terdapat calon-calon insinyur, calon-calon hakim, calon-calon dokter,
calon-calon ekonom, calon-calon sastrawan, dan lain-lain.
Saya kira pada saat-saat itulah
masuk anggota HMI selain M.S. Mintaredja, Achmad Tirtosudiro, dan M. Sanusi;
juga Ushuluddin Hutagalung, Tedjaningsih, Baroroh, Tudjimah, Hasjim Mahdan, A.
Dahlan Ranuwihardjo, dan lain-lain.
Masuk juga menjadi anggota HMI
mahasiswa-mahasiswa Fakultas Kedokteran yang waktu itu berkedudukan di Klaten
dan Solo.
Pergantian
Pengurus yang Pertama
Mungkin pada permulaan tahun 1948,
HMI mengadakan pergantian pengurus. Dalam kepengurusan yang baru, mulai duduk
kawan-kawan berasal dari GAMA. Agaknya dalam pimpinan yang baru itu Ketuanya
adalah Saudara M. Sanusi, Wakil Ketua Saudara Lafran Pane, dan Asmin Nasution
sebagai Sekretaris.
Dengan pimpinan yang baru, Anggaran
Dasar pun ditinjau. Dan terjadilah penyempurnaan Anggaran Dasar HMI yang
pertama. Anggaran Rumah Tangga mulai disusun.
HMI
Memasuki Organisasi Perjuangan Bersenjata
Dalam tahun 1947 akhir atau
permulaan tahun 1948, beberapa puluh mahasiswa yang tergabung dalam, HMI
memasuki Corps Mahasiswa (CM) Brigade 17.
Saya yakin akan kebenaran fakta ini,
oleh sebab saya sendiri termasuk salah satu anggota yang pulang balik ke garis
depan hingga pendudukan kota Yogyakarta, bersama-sama kawan-kawan dari HMI.
Di antara kami juga ada yang
membantu di instansi militer seperti di Markas Besar Angkatan Darat (MBAD)
Jalan Gondolayu, Yogyakarta, dalam uniform
CM.
Selama
Clash II dengan Belanda sampai Menjelang Akhir Tahun 1950
Selama Belanda menduduki kota-kota
universitas Republik waktu itu (Yogyakarta, Klaten, dan Solo), dapat dikatakan
aktivitas HMI tidak ada. Mahasiswa-mahasiswa sedang terpencar-pencar, dan
universitas ditutup. Setelah keadaan mulai aman dan universitas dibuka kembali,
mahasiswa-mahasiswa pun berdatangan kembali ke almamaternya. Maka mulailah
timbul lagi kegiatan-kegiatan.
HMI membentuk pengurus baru. Ketua
Umum Saudara M.S. Mintaredja. Pengurus lainnya adalah Lafran Pane, Ushuluddin
Hutagalung (Sekretaris). Saya sendiri tercantum dalam daftar sebagai Pembantu.
Pada waktu itu cabang-cabang sudah mulai berdiri.
Mengenai perkembangan HMI di
saat-saat ini, dapatlah didengar dari Saudara M.S. Mintaredja, Lafran Pane, dan
Dahlan Ranuwihardjo. Saya sendiri tidak lama kemudian bertolak ke Jakarta. Dan
di sini pulalah saya akhiri keterangan berdasarkan ingatan ini.[]
II
Pertanyaan
Project Officer
Bapak adalah sahabat dekat dari
Lafran Pane, bahkan sudah lama mengenal beliau sebelum lahirnya atau timbulnya
ide mendirikan organisasi mahasiswa Islam (HMI). Sehubungan dengan itu,
dapatkah Bapak menjelaskan kepada kami: apakah menurut pengetahuan Bapak
timbulnya ide dari Lafran Pane untuk mendirikan HMI mempunyai kaitan dengan
perkembangan pemikiran Islam seperti Pan Islamisme, aliran-aliran pikiran
tertentu dalam Islam, dan sebagainya?
Jawaban
Asmin Nasution
Sepengetahuan saya ide untuk
mendirikan organisasi mahasiswa Islam (HMI) itu murni timbul dari Lafran Pane.
Adapun mengenai hubungannya dengan yang dimaksud pertanyaan tersebut,
sepengetahuan saya tidak ada. Karena saya teman rapat dengan dia, maka menurut
hemat saya ide tersebut lahir adalah besar hubungannya dengan peristiwa
(Proklamasi) Kemerdekaan, pertumbuhan universitas, dan keadaan organisasi
mahasiswa yang belum ada bercorak Islam. Ditambah oleh keinginan untuk dapat
mengikis rasa “rendah diri” dari masyarakat dan khususnya mahasiswa yang
beragama Islam.
Pertanyaan
Project Officer
Dari keterangan yang Bapak telah
kirimkan kepada kami (telah kami perbanyak dan pelajari), kami telah
memahaminya. Namun ada beberapa di antaranya yang perlu kami tanyakan kembali
(karena Bapak terpaksa tidak dapat mengikuti Seminar nanti).
a. Dari
pengamatan kami bahwa PMKRI lahir sesudah HMI lahir. Hal ini kami kemukakan
karena menurut Bapak salah satu motivasi yang ikut mendorong lahirnya HMI
adalah dengan telah lahirnya organisasi yang bercorak keagamaan (PMKRI).
Bagaimanakah sebenarnya dalam hal ini?
b. Bapak
ditugaskan oleh organisasi untuk menyusun Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga
(AD/ART) HMI. Kami tanyakan apakah dalam rapat pembentukan (5 Februari 1947)
belum ada sama sekali rumusan tujuan dan dasar? Mengapa Bapak memilih rangka
AD/ART pertama HMI dari AD/ART Kepanduan Islam? Dasar organisasi adalah
Al-Quran dan Hadits. Bagaimanakah waktu itu anggota atau pengurus menafsirkan
dasar ini?
Jawaban
Asmin Nasution
Tentang kelahiran PMKRI yang dalam surat saya
terdahulu saya katakan telah berdiri sebelum organisasi HMI ada, hal ini dapat
ditinjau kembali. Menurut ingatan saya dalam beberapa pertemuan mahasiswa ada
yang mewakili dari kelompok agama Katolik/Kristen. Yang selalu hadir itu
seorang wanita, namanya saya sudah lupa.
Dalam rapat pertama (pembentukan HMI), sudah
ada rumusan. Tujuan itu terdiri dari dua hal yang saya sudah lupa redaksinya.
Tentang mengapa saya memilih AD/ART
organisasi kepanduan Islam untuk contoh kerangka AD/ART HMI pertama adalah
karena kebetulan itu yang saya peroleh, dan tidak ada sama sekali dengan maksud
lain, apalagi kalau dikatakan untuk memasukkan pengaruh organisasi kepanduan
itu terhadap HMI.
Tentang bagaimana dan apa penafsiran dasar
organisasi Al-Quran dan Hadits waktu itu, tidak ada. Hanya itu. Tidak
ditafsir-tafsirkan.
Pertanyaan
Project Officer
Ada beberapa kesimpangsiuran tentang
pergantian pengurus dari informasi yang kami terima pada periode awal HMI. Reshuffle pertama ada yang mengatakan
terjadi pada bulan Agustus di mana M.S. Mintaredja diserahi untuk menjawab
Ketua Umum dan Lafran Pane turun menjadi wakilnya. Ada yang mengatakan
perubahan pengurus itu terjadi setelah kongres pertama pada bulan November
1947.
Menurut Bapak sendiri, pergantian itu sesudah
tahun 1948, bukan pula kepada M.S. Mintaredja tetapi kepada M. Sanusi. Dapatkah
Bapak mengingat kembali hal-hal sehubungan dengan itu, tentang mana yang benar
dari informasi-informasi tersebut?
Jawaban
Asmin Nasution
Tentang ini memang perlu sekali dijelaskan,
dan seingat saya M.S. Mintaredja memegang HMI (menjadi Ketua) setelah
cabang-cabang mengadakan pertemuan di Yogyakarta (Kongres I). Sebelum itu saya
rasa, belum.
Tetapi, hal ini tanyalah kepada Bapak Lafran
Pane, Bapak Dahlan, dan sebagainya.
Pertanyaan
Project Officer
Dapatkah Bapak mengemukakan bukti-bukti bahwa
HMI mempunyai peranan besar dalam mempertahankan kemerdekaan Republik
Indonesia? Misalnya dalam Clash I dan
Clash II serta dalam penumpasan
pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) tahun 1948 di Madiun.
Jawaban
Asmin Nasution
Bukti-bukti sebenarnya banyak. Misalnya
banyak anggota HMI yang aktif di Corps Mahasiswa (CM) seperti Bapak Hartono, dan
Bapak Achmad Tirtosudiro. Saya sendiri waktu itu aktif dengan seragam CM yang
pakai gambar tengkorak, di MBAD Jalan Gondolayu, Yogyakarta. Dalam agresi, kami
sering ke front.
Memang ketika itu kami tidak membawa nama
organisasi, karena waktu itu kita lebih mengutamakan persatuan dan kekompakan.
Namun perasaan ke-HMI-an itu ada, di mana kalau antara anggota HMI yang ketemu
misalnya di front, ah.... mesra sekali.
Pertanyaan
Project Officer
Terakhir, kami mintakan saran Bapak tentang
kerangka sejarah HMI atau sistematikanya, serta bagaimana menurut Bapak prospek
HMI buat masa mendatang ini?
Jawaban
Asmin Nasution
Tentang kerangka sejarah, tentu seminar akan
dapat menyusun dengan baik, karena saya percaya bahwa orang-orang HMI sekarang
sudah jauh lebih maju dari dahulu.
Buanglah informasi-informasi yang diragukan
atau palsu. Janganlah terlalu membesar-besarkan suatu fakta sehingga menyimpang
dari standar ilmiah.
Mengenai masa depan HMI, saya berkeyakinan
asal garis independen dijaga dan tidak terjatuh ke dalam kultus kepada
seseorang atau kelompok, serta menjaga disiplin; saya optimis HMI akan
berkembang terus.
Jangan hendaknya pula HMI membuat sesuatu
yang kelak akan menghalangi perkembangannya sendiri.
Belajarlah dari sejarah runtuhnya masa
kejayaan Islam yang karena sesuatu yang datang dari dalam Islam sendiri telah
membunuh perkembangan Islam, terutama dalam ilmu pengetahuan.[]
[1] Makalah disampaikan dalam Seminar
Sejarah HMI yang diselenggarakan oleh Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam
(PB HMI), diduga pada akhir 1975. Tulisan ini semula merupakan dua naskah yang
terpisah. Oleh penyunting, naskah yang semula terpisah itu disatukan, meskipun
tetap terdiri atas dua bagian. Bagian pertama (I) ditulis oleh Asmin Nasution
sebagai resources person (narasumber)
bertitimangsa 10 Oktober 1975, bagian kedua (II) merupakan hasil wawancara Project Officer Seminar Sejarah HMI
dengan Asmin Nasution, 22 November 1975. Baik naskah tertulis maupun hasil
wawancara, diperbanyak oleh PB HMI. Kedua naskah diperoleh dari dokumentasi
pribadi Mohammad Iqbal Pane.
[2] Asmin Nasution aktif dalam Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI) di Yogyakarta (1947-1949) sebagai Wakil Ketua, sebagai
Sekretaris, dan sebagai Pembantu. Pada 1951-1952 sebagai Wakil Ketua HMI Cabang
Jakarta (Ketua A.S. Broto). Pada 1952-1953 sebagai Sekretaris Umum PB HMI
(Ketua Umum A. Dahlan Ranuwihardjo).
[3] Sekolah Tinggi Islam didirikan di
Jakarta pada tanggal 27 Rajab 1364 Hijriah bertepatan dengan 8 Juli 1945
Miladiah.