Sepatah Kata Dari Saya

Assalamualaikum Wr. Wb.

Terima kasih anda telah mengunjungi blog saya. Blog ini ditujukan sebagai sarana komunikasi antara saya dan ummat. Mudah-mudahan blog ini dapat bermanfaat bagi anda. Saya harap, anda berkenan memberikan kritik dan masukan anda ke email lukman.hakiem@yahoo.co.id . Kritik dan masukan anda sangat berarti bagi saya dalam mengabdi dan melayani ummat, demi melanjutkan pengabdian untuk kemaslahatan bersama.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.




Kegiatan Saya

Lukman_Hakiem's Profile Pictures album on Photobucket

29 April 2010

Datangi Istana Wapres, KPK Memeriksa atau Bertamu?

Kawiyan
Wapres Boediono
(inilah.com)

INILAH.COM, Jakarta - Lukman Hakiem, mantan staf khusus Wakil Presiden Hamzah Haz sudah dapat membayangkan apa yang akan terjadi di kantor Wapres Boediono, Kamis besok.

Lukman memastikan, suasana pemeriksaan Boediono yang berlangsung di kantor Wapres jauh berbeda dengan suasana pemeriksaan di kantor KPK.

"Kalau datang ke kantor Wapres, berarti KPK sebagai tamu. Sebagai tamu, petugas KPK akan terikat oleh aturan protokoler Istana Wapres sperti pemeriksaan detektor," ujar Lukman Hakiem kepada INILAH.COM di Jakarta, Rabu.

Aturan protokoler itu, menurut Lukman, secara psikologis dapat petugas KPK yang memeriksa Boediono down. Sehingga, petugas KPK tidak optimal menjalangkan pemeriksaan terhadap Boediono untuk menggali keterangan yang dibutuhkan.

"Apalagi belum ada sejarahnya KPK memeriksa seorang Wapres," lanjut Lukman.

Jadi, Lukman berpendapat bahwa pemeriksaan terhadap Boediono akan lebih baik jika dilakukan di kantor KPK. [wdh]

27 April 2010

Tempatkan Polisi di Bawah Supremasi Sipil

Jakarta, Pelita
Sikap kepolisian dalam menangani masalah mantan Kabareskrim Polri Susno Duadji menuai kritikan terhadap institusi tersebut. Bahkan langkah kepolisian dinilai semakin menambah citra negatif institusi itu di mata masyarakat.

Tindakan Polri terhadap Susno itu merupakan tindakan yang sewenang-wenang. Dan kesewenang-wenangan polisi harus segera dihentikan, ujar Ketua DPP Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) Lukman Hakiem, di Jakarta, Selasa (13/4).

Lukman mengatakan, seharusnya di era reformasi saat ini polisi sudah membuang jauh-jauh tindakan kesewenang-wenangan mereka dalam menangani masalah. Salah satunya tidak melakukan tindakan yang terkesan melakukan pembunuhan karakter terhadap mantan kabareskrim Susno Duadji.

Memang tindakan tidak minta izin itu tindakan indisipliner, tapi bukan pidana. Menangkap itu urusan pidana dan harus berdasarkan Undang Undang, tegasnya.

Lukman mengungkapkan, sebenarnya citra negatif polisi tidak hanya terhadap saat penangkapan Susno Duadji. Akan tetapi sudah berlangsung lama, jika diibaratkan penyakit, sudah menjadi kronis.

Ungkapan-ungkapan sinis terhadap polisi yang gemar melakukan melakukan pungutan liar (pungli) telah berkembang mengikuti zaman. Ungkapan sinis itu seperti prit jigo (Rp25), polisi cepek (Rp100), lempar korek goceng (Rp5000), hingga isu markus sekarang ini, paparnya.

Menurut dia, penyakit kronis yang membuat citra negatif institusi kepolisian tersebut tidak mungkin diobati secara simptomatif, yakni gejala demi gejalan. Akan tetapi harus diobati secara radikal, yakni dengan meletakkan polisi sepenuhnya di bawah supremasi sipil.

Untuk menempatkan polisi di bawah supremasi sipil itu sendiri, menurutnya, ada dua hal yang harus dilakukan. Pertama, sifat, watak dan ciri-ciri militer yang melekat harus dihilangkan dari kepolisian. Kedua, polisi harus di tempatkan di bawah kementerian dalam negeri (Mendagri) untuk tingkat pusat, di bawah Gubernur untuk tingkat Provinsi, dan Bupati/walikota untuk tingkat Kabupaten/kota.

Dengan cara ini saya kira polisi akan terhindar dari kemungkinan menjadi alat politik rezim yang berkuasa. Dengan demikian, rakyat melalui DPRD bisa mengontrol dan sekaligus turut memikirkan peningkatan kualitasa dan kesejahteraan polisi, jelasnya. (ay)

15 April 2010

Gubernur Bertanggungjawab Penuh atas Tragedi Koja Tanjung Priok

Gubernur Bertanggungjawab Penuh atas Tragedi Koja Tanjung Priok

Jakarta, Pelita
Tragedi berdarah warga Koja Tanjung Priok Jakarta Utara yang mempertahankan Makam Habib Hasan Al Hadddat (Mbak Priok) dengan Satpol PP, ditengarai akibat makelar kasus. Karena itu Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo adalah orang paling bertanggungjawab atas kasus itu.

Demikian ditegaskan Ketua Umum LSM People Aspiration Center (Peace) Amhad Shahab dan Ketua Ormas Islam Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) Lukman Hakiem secara terpisah, di Jakarta, Rabu (14/4), menanggapi bentrokan warga Koja dan Satpol PP yang menelan korban tiga orang meninggal dan 100 orang luka parah.

LSM Peace menilai Gubernur DKI Jakarta tidak tanggap dan tidak paham bahwa lokasi pemakaman Mbah Priok itu merupakan Situs Cagar Budaya yang dilindungi undang-undang; tidak boleh digusur. Tetapi mengapa Gubernur DKI Jakarta membiarkan PT Pelindo mengakui itu sebagai haknya.

Akibat pembiaran itu, terjadilah bentrokan. Shahab juga menyesalkan aparat kepolisian yang terkesan membiarkan bentokan itu.

Shahab yang juga kader Partai Demokrat itu menegaskan, siapapun tidak boleh mengganggu, mengubah dan apalagi memusnahkan cagar budaya. Areal Makam Mbah Priok dan Masjid Alfudhola itu sudah menjadi cagar budaya, karena sudah ada sejak abat ke-17.

Dia mengaku sejak awal sudah mengkhawatirkan kerusuhan akan terjadi, karena itu pada pukul 07.30 dia menghubungi Menko Polhukam Djoko Suyanto melalui pesan singkat (SMS) untuk mengantisipasi terjadinya kerusuhan.

Melalui SMS itu Ahmad Shahab mengatakan Pak Djoko mohon dengan sangat dihentikan penyerangan Satpol PP terhadap makan Habib Hasan Al Hadad di Koja Jakarta Utara yang memaksa masuk dan membongkar makam tersebut. Ini sangat tidak menguntungkan pada pemerintahan Presiden SBY yang sangat dekat dengan para Habaib (habib-habib).

Pesan serupa juga dia sampaikan kepada Mensesneg Sudi Silalahi. SMS ke dua dia kirim pada pukul 11.30 WIB kepada Menko Polkam. Isinya sebagai berikut Pak Djoko Suyanto, mohon perhatian khusus, sudah ada yang mati dan banyak korban, kenapa seakan pemerintah tidak berbuat sesuatu, apakah masih menunggu lebih banyak lagi yang tewas.

Tak lama kemudian, lanjut Shahab, Menko Polhukam menjawab SMS-nya itu, sudah saya minta staf saya mencari info dan solusi, jawab Djoko Suyanto.
Makelar kasus

Sementara Ketua Parmusi Lukman Hakie mencurigai tragedi itu akibat permainan makelar kasus yang wajib diselidiki. Lukman juga berharap keputusan pengadilan dibatalkan karena dinilai ada kejanggalan.

Menurut dia, Makam Mbah Priok sudah ada sejak abab ke-18, tetapi PN Jakarta memenangkan kepemilikan lahan Mbah Priok kepada PT Pelindo II yang barus ada tahun 2000-an. Ini tidak masuk akal. Keputusan pengadilan harus dibatalkan, tegas dia.

Lebih lanjut, Lukman mendesak pimpinan Satpol PP, PT Pelindo II, dan para pejabat DKI untuk bertanggungjawab atas tumpahnya darah di tragedi Tanjung Priok jilid II.

Dikatakannya, sebelum terjadi bentrokkan, tentunya aparat sudah mengetahui bahwa masyarakat setempat sebelumnya sudah mempersiapkan diri untuk mempertahankan makam
Mbah Priok, dan sekaligus menyambut kedatangan Satpol PP.

Seharusnya, kata Lukman, aparat Satpol PP, Pelindo dan pejabat DKI melakukan penundaan dan sebaliknya menempuh jalur musyawarah dengan tokoh masyarakat setempat untuk mencari solusi terhadap permasalahan tersebut secara damai.

Kemana akal sehat Satpol PP, Pelindo, dan para pejabat DKI. Sekali lagi mereka harus bertanggungjawab atas tumpahnya darah di tragedi Tanjung priok jilid II ini, ujarnya.(kh/ay)

Ada Markus di Makam Mbah Priok?

Kawiyan
Lukman Hakiem
(inilah.com/Agung Rajasa)

INILAH.COM, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Pakar PPP Lukman Hakiem menduga, ada makelar kasus dalam sengketa lahan makam Mbah Priok.

Lukman, yang juga mantan anggota DPR RI mengaku geram melihat sikap brutal aparat Pemprov DKI. Menurut Lukman, makam Mbah Priok sudah ada sejak abad ke-18. Tapi, Pengadilan Negeri Jakarta Utara memenangkan kepemilikan lahan PT Pelindo II baru pada tahun 2000-an.

"Wajib diseldiki proses hukum atas masalah ini. Jangan-jangan ada markus," tegas Lukman.

Sebagai bagian dari umat Islam Betawi, Lukman meminta agar keputusan PN Jakarta Utara yang memenangkan Pelindo II atas sengketa tanah ini dibatalkan.

"Pertahankan situs sejarah Islam Betawi," pungkasnya. [mut]

PPP: Ini Tragedi Tanjung Priok 2

Kawiyan
Lukman Hakiem
(inilah.com)

INILAH.COM, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Pakar PPP Lukman Hakiem mengecam keras tindakan brutal petugas Satpol PP di makam Mbah Priok, Koja, Jakarta Utara.

"Mereka Satpol apa gerombolan," ujar Lukman Hakiem kepada INILAH.COM di Jakarta, Kamis (15/4).

Lukman tidak dapat memahami aksi Satpol PP yang memukuli warga dan anak-anak. "Di mana hati nurani Gubernur dan pejabat DKI lainnya. Ini seperti tragedi Tajung Priok kedua" kata Lukman.

Lukman mengakui bahwa keluarga ahli waris dan warga sudah berada di pemakaman Mbah Priok sejak tadi malam. Artinya, pemda harus berhitung agar tidak melakukan tindakan yang dapat memancing perlawanan warga dan menimbulkan bentrok.

"Kenapa enggak ditunda dulu eksekusinya untuk menghindari bentrok? Kenapa enggak cari waktu dulu untuk musyawarah dengan melibatkan tokoh masyarakat setempat. Ke mana akal sehat mereka?" tanya Lukman. [mut]

08 April 2010

Pidato Mega Mirip Bung Karno

"Mengingatkan saya pada pidato Bung Karno tahun 1959: Djalan Revolusi Kita (Djarek)."
Rabu, 7 April 2010, 05:40 WIB
Siswanto, Ismoko Widjaya
(ANTARA- REUTERS/Darren Whiteside)
VIVAnews - Wakil Ketua Dewan Pakar DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Lukman Hakiem memuji pidato Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sebagai pidato yang sangat ideologis.

"Mengingatkan saya pada pidato Bung Karno tahun 1959: Djalan Revolusi Kita (Djarek)," kata Lukman dalam pesan singkat yang diterima VIVAnews.

Dia mengatakan jika PDIP bisa mewujudkan di tataran kenyataan, hal itu akan luar biasa. "Beberapa koreksi Mega terhadap praktik demokrasi dan ketatanegaraan, menarik untuk dikaji lebih mendalam," kata Lukman.

Secara pribadi, dia setuju dengan Mega bahwa Indonesia harus dikembalikan ke jati diri. "Pancasila sebagai gentlement agreement antara kaum kebangsaan dan kaum Islam," kata dia.

Dalam pembukaan Kongres III PDIP di Bali, Megawati menyemangati kadernya untuk terus memperjuangkan rakyat meski tidak harus berada di dalam pemerintahan.

Megawati prihatin karena politik saat ini dinilai hanya dipandang sebagai alat kekuasaan dan bagi-bagi kekuasaan.