Sepatah Kata Dari Saya

Assalamualaikum Wr. Wb.

Terima kasih anda telah mengunjungi blog saya. Blog ini ditujukan sebagai sarana komunikasi antara saya dan ummat. Mudah-mudahan blog ini dapat bermanfaat bagi anda. Saya harap, anda berkenan memberikan kritik dan masukan anda ke email lukman.hakiem@yahoo.co.id . Kritik dan masukan anda sangat berarti bagi saya dalam mengabdi dan melayani ummat, demi melanjutkan pengabdian untuk kemaslahatan bersama.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.




Kegiatan Saya

Lukman_Hakiem's Profile Pictures album on Photobucket

12 Desember 2013

SeratusTahun M. Yunan Nasution

Berdakwah dengan Pena, Kata-kata, dan Perbuatan
Oleh Lukman Hakiem

MOHAMMAD YUNAN NASUTION (22 November 1913-29 November 1996) adalah tokoh kelahiran Kampung Botung, Kotanopan, Mandailing Natal, Sumatera Utara; yang sejak usia muda sudah sangat menyadari pentingnya ikhtiar mencerdaskan kehidupan umat dan bangsa. 17 tahun sebelum Indonesia merdeka dan merumuskan janji kemerdekaan seperti tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 “untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa”, Yunan telah tampil ke depan mendirikan pers-biro Himalaya di Bukittinggi. Melalui pers-biro ini, Yunan ingin apa yang terjadi di masyarakat masa penjajahan, tidak hanya menjadi masalah orang perorang atau sekadar menjadi isu lokal, melainkan  dapat diketahui oleh kalangan yang lebih luas. Yunan percaya satu-satunya cara untuk menyebarluaskan penderitaan masyarakat di masa penjajahan itu ialah melalui tulisan. Dan Yunan memiliki kemampuan merumuskan pikirannya dalam bentuk tulisan.
            Aktivitasnya mewartakan penderitaan masyarakat jajahan secara lisan dan tulisan, membuat pemerintah kolonial Belanda marah. Pada Agustus 1933, Yunan ditangkap, diadili, dan dijebloskan ke penjara selama 4 bulan. Karena Yunan dipenjara, maka pers-biro Himalaya --yang selama satu setengah tahun telah tampil sebagai pers-biro kaum pergerakan—goyah sebelum akhirnya berhenti sama sekali.
Pedoman Masjarakat
            Keluar dari penjara, Yunan terkena larangan tinggal di Bukittinggi. Dia hijrah ke Medan. Di Medan, bersama A. Wahid Er dan H. Madjid Abdullah, Yunan menerbitkan majalah Soeloeh Islam. Majalah yang terbit sejak awal 1934 sampai pertengahan 1935 itu mengunjungi pembacanya sepuluh hari sekali atau tiga kali dalam satu bulan. Sasaran Soeloeh Islam ialah para intelektual Muslim yang diharapkan dapat memengaruhi proses pengambilan keputusan, karena para intelektual Muslim waktu itu banyak menjadi pegawai negeri dan swasta.
            Sejak iulah nama M. Yunan Nasution lekat sebagai salah seorang tokoh pers nasional. Menjelang akhir 1935, Yunan diserahi tanggung jawab mengatur seluruh isi majalah Pedoman Masjarakat yang terbit di Medan sejak 1935, dan yang telah berubah dari majalah bulanan menjadi majalah mingguan.
            Sejak 1936 Yunan berduet dengan sahabat karibnya, H. Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) membesarkan majalah yang memiliki motto: “Memajukan pengetahuan dan peradaban bedasarkan Islam”.
            Sejumlah penulis berkualitas muncul di Pedoman Masjarakat, antara lain Ir. Sukarno, Drs. Mohammad Hatta, Mohammad Natsir, A.R. Sutan Mansur, Saaduddin Djambek, Abikusno Tjokrosujoso, K.H. Mas Mansur, A. Hasymi, Joesoef Souy’b, A. Latif Osman, Dr. A.K. Gani, Mr. Mohammad Yamin, Dr. G.S. Ratu Langie, Dr. R. Ng. Purbatjaraka, Dr. Satiman Wirjisandjojo, Dr. Soepomo, Parada Harahap, Dr. M. Amir, Rasuna Said, Ny. Sri Mangunsarkoro, Ny. Maria Ulfah, dan Nadimah Tanjung.
            Pedoman Masjarakat yang berbobot itu harus mengakhiri riwayatnya seiring dengan masuknya tentara pendudukan Jepang. Namun Yunan dan HAMKA tidak berputus asa. Di masa sangat sulit itu, kedua sahabat itu menerbitkan media sebagai ajang silaturahmi berupa majalah setebal 24 halaman dan diberi nama Semangat Islam. Setelah menjalin silaturrahmi selama dua tahun dengan pembacanya, Semangat Islam berhenti terbit karena terlampau ketatnya sensor balatentara Jepang.
Wartawan Muslimin Indonesia
            Sesudah Proklamasi Kemerdekaan, Yunan bersama A. Wahab Siregar, M. Saleh Umar, dan Udin Siregar; mendirikan harian Mimbar Umum di Medan. Selanjutnya bersama Mahals mendirikan Islam Berdjuang, juga di Medan. Sesudah Republik Indonesia Serikat (RIS) kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Yunan aktif dalam harian Abadi, organ resmi Partai Masjumi, sampai koran tersebut diberangus oleh rezim Sukarno.
            Sesudah rezim Sukarno tumbang digantikan oleh rezim Soeharto, Abadi terbit kembali, Yunan pun kembali aktif di Abadi sampai koran penyuara kebenaran itu diberangus oleh rezim Soeharto pada 1974 menyusul huru-hara di Jakarta pada 15 Januari 1974.
            Tidak mau absen dalam menyebarluaskan pikirannya kepada masyarakat luas, sebagai Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Perwakilan Jakarta Raya, Yunan menerbitkan Bulletin Dakwah yang khusus berisi masalah-masalah dakwah dalam arti luas. Bulletin Dakwah yang terbit dengan satu judul tulisan setiap hari Jum’at beredar dan seolah menjadi bacaan wajib jama’ah masjid dari Sabang sampai Merauke.
            Tidak berhenti sampai pada pengelola majalah, Yunan pun aktif dalam pembentukan dan kepengurusan Wartawan Muslimin Indonesia (Warmusi) sebagai Sekretaris Jendral. Wamusi bertujuan: 1. Mempertinggi dan mempertahankan derajat persuratkabaran Islam di Indnesia, dan 2. Mempertahankan dan mensyiarkan Islam. Dengan tujuan seperti itu, Warmusi menjadi pembela profesi wartawan Muslim, menggerakkan dan menuntun generasi muda Muslim yang berminat menjadi wartawan, dan menganjurkan aksi bersama jika terhadap hal-hal yangf melukai perasaan kaum Muslim.
PNI, Parmusi, Masjumi
            Sejak awal, Yunan adalah jurnalis-pejuang yang prokemerdekaan. Oleh karena itu, ketika beberapa saat sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 berdiri Partai Nasional Indonesia (PNI) sebagai partai tunggal,  Yunan masuk dan menerima pengangkatannya sebagai Wakil Ketua PNI Daerah Sumatera Timur. Yunan melihat PNI sebagai satu-satunya partai yang berawawasan Nusantara serta, melihat susunan pengurusnya, bisa diharapkan membawa aspirasi Islam.
            Meskipun demikian, kepada publik Yunan mengumumkan sikapnya jika suatu saat berdiri partai politik yang berasas Islam yang meliputi seluruh wilayah Indonesia, dia akan keluar dari PNI dan masuk ke partai politik Islam tesebut.
            Setelah mendengar Maklumat Wakil Presiden Nomor X, tertanggal 16 Oktober 1945 yang diumumkan pada 3 November 1945, menganjurkan rakyat Indonesia untuk membentuk partai politik sesuai dengan aspirasinya masing-masing, Yunan bersama M. Dien Jatim, Bachtiat Junus, dan lain-lain segera mendirikan Partai Muslimin Indonesia, disingkat Parmusi. Parmusi bersifat lokal dan hanya bergerak di Sumatera Timur.
Ketika datang berita bahwa Kongres Umat Islam Indonesia di Yogyakarta, 7-8 November 1945, telah membentuk Partai Politik Islam Masjumi sebagai satu-satunya wadah perjuangan politik umat Islam Indonesia, Parmusi pun meleburkan diri ke dalam Masjumi. Pada 6 Februari 1946, Masjumi resmi berdiri di Sumatera Timur. Yunan tercatat sebagai salah satu pengurus Partai Masjumi Sumatera Timur.
            Sejak saat itu, nama M. Yunan Nasution lekat dengan Masjumi. Ketika pada masa kepemimpinan Mohammad Natsir (1956-1958), Yunan dipilih menjadi Sekretaris Umum Partai Masjumi, karir politik Yunan pun beranjak dari “politisi lokal” menjadi “politisi nasional”. Posisi sebagai Sekretaris Umum Partai Masjumi tetap dipecayakan kepada Yunan ketika kepemimpinan Masjumi dipegang oleh Prawoto Mangkusasmito.
Penjara Rezim Sukarno
            Aktivitasnya di dalam Masjumi tidak hanya mengantarkan Yunan ke posisi-posisi strategis di dalam pentas politik nasional, tetapi juga mengantarkannya –bersama sejumlah tokoh Partai Masjumi dan Partai Sosialis Indonesia-- ke balik terali besi rezim Orde Lama Sukarno sejak 16 Januari 1962 sampai 17 Mei 1966, tanpa pernah diadili karena dasar hukum penangkapannya pun tidak jelas.
            Penjara memang bukan tempat yang nikmat, tetapi Yunan menghadapi musibah itu dengan dasar keimanan yang melahirkan optimisme. Di tembok selnya, Yunan menulis keyakinannya berdasarkan ajaran Qur/an bahwa umat-umat yang dahulu telah silih berganti mengalami bangkit dan jatuh; bahwa Tuhan akan mempergilirkan hari-hari kehidupan manusia dengan kalah dan menang; bahwa Tuhan akan memberikan pertolongan kepada penegak-penegak keadilan, dan bahwa kemenangan yang dijanjikan Tuhan sudah dekat.
            Menurut Yunan, dalam kehidupan politik, peristiwa yang demikian (dipenjara tanpa alasan yang jelas) haruslah ditinjau dengan scoupe yang luas dan tidaklah sewajarnya meninggalkan bekas perasaan dendam dan lain-lain sifat yang serupa itu. Semua itu mengandung iktibar dan pelajarn bagi semua pihak, dan bagi pihak yang bersangkutan dan menderita, harus dipandang sebagai mata rantai darma bakti kepada negara.
            Dengan sikap demikian, selepas dari penjara Orde Lama, tidak pernah terdengar dari Yunan khususnya, dan dari tokoh-tokoh Masjumi umumnya, kalimat-kalimat yang menghujat Presiden Sukarno. Ketika Sang Proklamator meninggal dunia, HAMKA –yang juga dipenjara oleh rezim Sukarno—mengimami shalat jenazah. Bekas tahanan rezim Orde Lama yang lain, Mr. Kasman Singodimedjo, turut mengantar jenazah Bung Karno hingga ke tempat pemakaman di Blitar, Jawa Timur.
Selesai dengan Dirinya
            Sebagai seorang bekas Sekretaris Umum Partai Masjumi, yang ikhtiarrehabilitasi partainya ditolak oleh penguasa Orde Baru, kelak tulisan, ceramah, dan khutbahnya bukan saja disimak oleh Keluarga Besar Bulan Bintang dan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia; tetapi juga menembus dinding-dinding kekuasaan Orde Baru. Suatu saat M. Yunan Nasution terlihat memberi khutbah di Proyek Senen, di saat yang lain Yunan  memberi tausiah Kedutaan Besar Republik Indonesia di sebuah negara sahabat, di saat yang lain lagi Yunan bereramah di markas Komando Daerah Militer Jakarta Raya, dan disimak dengan khidmat oleh Panglima. Hanya seseorang yang memiliki kematangan jiwa yang dapat berlaku bijak seperti itu. Hanya seseorang yang telah selesai dengan dirinya yang dapat istiqamah berdakwah dengan pena, kata-kata, dan perbuatan.
            Kisah kehidupan M.   Yunan Nasution adalah sebuah kisah perjuangan mulia yang penuh pahit dan getir, bahkan harus ditebus mahal dengan kebebasannya. Bangsa ini perlu mengingat jejak-jejak perjuangannya serta meneladani pengorbanan dan jasa beliau yang amat besar.

Jakarta, Shafar 1435/Desember 2013

Lukman Hakiem adalah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat 2004-2009.


Tidak ada komentar: