Sepatah Kata Dari Saya

Assalamualaikum Wr. Wb.

Terima kasih anda telah mengunjungi blog saya. Blog ini ditujukan sebagai sarana komunikasi antara saya dan ummat. Mudah-mudahan blog ini dapat bermanfaat bagi anda. Saya harap, anda berkenan memberikan kritik dan masukan anda ke email lukman.hakiem@yahoo.co.id . Kritik dan masukan anda sangat berarti bagi saya dalam mengabdi dan melayani ummat, demi melanjutkan pengabdian untuk kemaslahatan bersama.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.




Kegiatan Saya

Lukman_Hakiem's Profile Pictures album on Photobucket

16 November 2011

Indahnya Akhlak Politik Para Pendahulu Kita

Menjelang Kongres Masjumi 1949, K.H. Abdul Wahid Hasjim (35 tahun) memunculkan gagasan supaya Masjumi dipimpin oleh orang muda. Saat itu Masyumi dipimpin oleh Dr. Soekiman Wirjosandjojo yang berusia 53 tahun. Maka diusunglah Mohammad Natsir (41 tahun) jadi calon Ketua Umum Masyumi. Terjadilah "pertarungan" antara Soekiman (generasi tua) dengan Natsir (generasi muda), dan Natsir menang.

Setelah memenangkan "pertarungan" orang pertama yang didatangi Natsir adalah Soekiman. Kepada senior yang baru dia kalahkan itu, Natsir mengatakan bahwa dirinya dan Masyumi masih memerlukan pikiran dan tenaga Soekiman. Natsir pun menawarkan jabatan Wakil Ketua Umum kepada Soekiman. Luar biasanya, Soekiman menerima tawaran itu. Kongres Masyumi pun berakhir untuk kemenangan semua.
Sampai Ketua Umum Masjumi beralih kepada Prawoto Mangkusasmito, bahkan sampai Masyumi dipaksa bubar oleh Presiden Soekarno pada paruh kedua 1960, Soekiman --senior yang dikalahkan yuniornya-- tetap memangku jabatan Wakil Ketua Umum Masjumi.
Ketika Natsir, Prawoto, Moh. Roem, Sjafruddin Prawiranegara, Yunan Nasution, Buya Hamka, Isa Anshari, dan lain-lain dibui oleh Soekarno tanpa proses hukum yang sah, pada paruh pertama 1960 Soekiman menolak tawaran Presiden Soekarno untuk diangkat menjadi anggota DPR Gotong Royong, mewakili golongan cendekiawan. Soekiman tidak mengerti mengapa dirinya dikecualikan dari tindakan Presiden Soekarno untuk mengeksitkan Masyumi dalam usahanya meretool DPR pilihan rakyat menjadi DPR-GR.
Terkenal ucapan Soekiman saat itu: "...sukarlah kiranya diharapkan daripada saya suatu sikap, yang mengandung unsur ketidakperwiraan, bahkan yang bersifat kerendahan budi, jika umpamanya sampai terjadi Masyumi dieksitkan dari, dan saya sedia dimasukkan dalam DPR-GR!"
Ketika politik sekarang ditandai oleh prinsip yang menang mengambil semua dan menyapu bersih semua pesaing, alangkah indahnya akhlak politik pendahulu kita di masa lalu.
Kemana perginya mutiara itu sekarang?

Tidak ada komentar: