Sepatah Kata Dari Saya

Assalamualaikum Wr. Wb.

Terima kasih anda telah mengunjungi blog saya. Blog ini ditujukan sebagai sarana komunikasi antara saya dan ummat. Mudah-mudahan blog ini dapat bermanfaat bagi anda. Saya harap, anda berkenan memberikan kritik dan masukan anda ke email lukman.hakiem@yahoo.co.id . Kritik dan masukan anda sangat berarti bagi saya dalam mengabdi dan melayani ummat, demi melanjutkan pengabdian untuk kemaslahatan bersama.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.




Kegiatan Saya

Lukman_Hakiem's Profile Pictures album on Photobucket

15 Juli 2008

Wapres : 6 Presiden Harus Teladani Sikap Mohammad Natsir

KOMPAS/ LUCKY PRANSISCA
Wakil Presiden Jusuf Kalla

Selasa, 15 Juli 2008 10:46 WIB
Laporan Wartawan Kompas Suhartono
JAKARTA,SELASA - Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla menyatakan, enam Presiden RI yang dimiliki negeri ini, yaitu almarhum Soekarno, almarhum Soeharto, BJ Habibie, Abdulrrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri serta Susilo Bambang Yudhoyono, tidak ada yang seperti sosok almarhum Mohammad Natsir.
"Berbeda pandangan dalam politik, akan tetapi tetap bersikap demokratis dan tidak berbeda dalam hubungan pribadi dan kekeluargaan dengan tokoh lainnya. Jadi, hubungannya tetap baik dengan tokoh satu dan lainnya," ujar Wapres Kalla, saat membuka seminar nasional mengenai refleksi 100 tahun Mohammad Natsir di aula Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jalan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (15/7) pagi ini.
Menurut Wapres Kalla, "Kita punya enam Presiden dalam sejarah Republik ini. Akan tetapi, enam Presiden itu tidak ada yang saling berbicara satu sama lainnya. Almarhum Soekarno tidak berbicara dengan almarhum Soeharto. Pak Harto juga tidak berbicara dengan Presiden selanjutnya, yaitu BJ Habibie. Begitu juga Pak Habibie tidak berbicara dengan Abdulrrahman Wahid atau Gus Dur. Gus Dur juga tidak mau berbicara dengan Ibu Megawati Soekarnoputri. Ibu Megawati juga tidak saling berbicara dengan Presiden Yudhoyono."
Oleh sebab itu,tambah Wapres Kalla, sikap keteladanan yang harus ditiru oleh para pemimpin di Indonesia sekarang ini. "Boleh saja berbeda pandangan, akan tetapi jangan sampai terjadi perbedaan pribadi satu dengan lainnya. Jadi, inilah yang harus dipelajari oleh para pemimpin sekarang ini," jelas Wapres Kalla.
Seminar nasional ini diawali dengan pembacaan surat pembukaan ayat suci Al'quran Ummul Quran. Dijadwalkan, seminar berlangsung hingga pukul 15.00 wib. Moh Natsir adalah mantan Perdana Menteri pertama Indonesia, yang dilantik oleh Presiden Ir Soekarno. Almarhum banyak dinilai sebagai politisi muslim yang nasionalis, pandai dan santun dalam berpolitik.
Ia dilahirkan 17 Juli 1908 di Alahan Panjang, Sumatera Barat, dan meninggal di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada 6 Februari 1993. Ia juga "hidup" dalam periode Orde Lama dan Orde Baru. Seminar para ahli yang berjudul "Refleksi Seabad M Natsir, Pemikiran dan Perjuangan," digelar oleh MK itu menghadirkan mantan Deputi PM Malaysia Anwar Ibrahim, pakar politik Burhan Magenda, mantan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra, pakar sejarah Taufik Abdullah dan Anhar Gonggong, tokoh agama Malik Fadjar. Tema seminar itu adalah "Kedudukan M Natsir dalam Sejarah NKRI."

Wapres Buka Seminar 100 Tahun M Natsir

KOMPAS.COM
Selasa, 15 Juli 2008 10:13 WIB
JAKARTA,SELASA - Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla, Selasa (15/7) pagi pukul 10.00 wib ini membuka seminar nasional mengenai refleksi 100 tahun Muhammad Natsir di aula Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jalan Merdeka Barat, Jakarta. M Natsir adalah mantan Perdana Menteri pertama Indonesia, yang dilantik oleh Presiden Ir Soekarno.
Almarhum banyak dinilai sebagai politisi muslim yang pandai dan santun dalam berpolitik. Ia dilahirkan 17 Juli 1908 di Alahan Panjang, Sumatera Barat, dan meninggal di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada 6 Februari 1993. Ia juga "hidup" dalam periode Orde Lama dan Orde Baru.
Seminar ahli yang berjudul "Refleksi Seabad M Natsir, Pemikiran dan Perjuangan," digelar oleh MK itu menghadirkan mantan Deputi PM Malaysia Anwar Ibrahim, pakar politik Burhan Magenda, mantan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra, pakar sejarah Anhar Gonggong, tokoh agama Malik Fadjar. Tema seminar itu adalah "Kedudukan M Natsir dalam Sejarah NKRI."Suhartono

12 Juli 2008

DPD Sebaiknya Berkedudukan Di Daerah



06 Mar 2008
Sumber :
dpr.go.id

Tim Kunjungan Kerja (Kunker) Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD dalam kunjungannya ke Provinsi Kalimantan Tengah mendapat masukan yang sangat penting bagi kelembagaan negara yang akan datang. Sejumlah Anggota DPRD, jajaran Muspida, kalangan akademisi dan tokoh masyarakat Kalimantan Tengah dihadapan Tim Kunker meminta supaya dalam RUU Susduk, keberadaan DPD tidak lagi di Jakarta tapi di daerah pemilihan masing-masing. Masukan tersebut juga juga senada dengan yang disampaikan Ketua Tim Idrus Marham.
Tim Kunker RUU Susduk MPR, DPR, DPD dan DPRD ke Kalimantan Tengah dipimpin Idrus Marham (F-PG), dengan enam orang anggota yaitu Azhar Romli (F-PG), Untung Wahono (F-PKS), Nursyahbani Katjasungkana (F-PKB), AM Fatwa (F-PAN), Lukman Hakiem (F-PPP), dan Gusti Iskandar Sukma Alamsyah (F-PG).
“DPD sebaiknya berkantor di daerah karena memperjuangkan aspirasi daerah,” kata Idrus Marham saat Tim Kunker melakukan pertemuan dengan jajaran Muspida, akdemisi dan tokoh masyarakat Kalimantan Tengah yang dipimpin Wakil Gubernur Achmad Diran.
Ia menilai hal itu akan membuat kerja DPD semakin produktif. Keberadaan DPD di daerah masing-masing juga akan membantu masyarakat yang diwakilinya lebih mudah dalam menyampaikan aspirasi.
“Reformasi atau pembaruan UU Susduk ini untuk mendesign supaya kinerja lembaga negara menjadi lebih produktif,” ujarnya seraya menambahkan supaya dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dapat lebih bersinergi.
Anggota Tim Kunker AM Fatwa menilai wewenang DPD memang masih terbatas. Keterbatasan wewenang tersebut didapat dari hasil kompromi politik nasional. Dalam pertemuan tersebut, AM Fatwa menegaskan sebaiknya DPD berada di daerah bukan berkedudukan di Jakarta.
“DPD berada di daerah pemilihannya dan menjadi mitra kerja Pemerintah Daerah setempat,” katanya.
Menurutnya, untuk dapat lebih meningkatkan peran DPD maka harus melakukan amandemen UUD 1945. Fatwa yang juga Wakil Ketua MPR menilai DPD tidak mewakili penduduk tapi daerah, sehingga keberadaannya akan dapat lebih dirasakan masyarakat bila berada di daerah. Saat ini jumlah Anggota DPD dari tiap provinsi sebanyak empat orang.
“DPD tidak mewakili penduduk tapi daerah,” ujarnya.
Lebih jauh menurutnya DPD dapat bekerja secara konkrit bagi pengembangan daerah masing-masing. Salah satunya dengan mencari investor guna menanamkan modal.
Lukman Hakiem di hadapan Wakil Gubernur dan jajaran Muspida Kalteng menegaskan bahwa DPD sebaiknya berada di daerah. Keberadaan DPD di daerah akan lebih dirasakan oleh masyarakat.
“Saya setuju DPD berkantor di daerah setempat supaya perannya dapat lebih dirasakan,” katanya.
Bila DPD berkedudukan di daerah maka harus terlebih dahulu mengamandemen UUD 1945. Lukman Hakiem menyatakan bahwa ia mendukung dilakukan amandemen UUD 1945 yang ke lima. “Secara pribadi saya mendukung diadakannya amandemen UUD 1945 yang kelima,” tegasnya.
Lebih jauh Lukman menilai seluruh lembaga negara memang harus diperkuat, baik secara kelembagaan maupun tugas dan fungsi.
Hal senada diungkap Azhar Romli yang menilai kedepan hubungan antar lembaga dapat diperbaiki. Ia menilai tugas DPD yang selama ini hanya memberi masukan terhadap suatu RUU dan juga mengusulkan RUU dapat lebih ditingkatkan. Ke depan DPD kemungkinan dapat membahas RUU bersama DPR.
“DPD bisa ikut membahas RUU tapi tidak ikut mensahkan,” katanya.

Penguatan Peran DPD
Penguatan atas peran DPD juga disampaikan Anggota DPRD Kalimantan Tengah Matum Alang yang berharap DPD lebih dapat berperan. “DPD harus diberdayakan karena MPR terdiri dari DPR dan DPD,” katanya.
Ia menilai sebaiknya dua lembaga tersebut mempunyai kewenangan yang sama. Menurutnya tugas DPD juga berat karena mewakili daerah.
Sementara itu delegasi KNPI Kalimantan Tengah Dodi Elbadi di hadapan Tim Kunker menilai kontribusi DPD bagi Kalimantan Tengah masih kurang. Ia mengusulkan supaya kinerja DPD dapat lebih dirasakan maka harus berkedudukan di daerah setempat.
“Kedepan harapan kami supaya Kalimantan Tengah lebih maju, DPD sebaiknya berada di daerah,” katanya.
Hal senada diungkap tokoh masyarakat Kalimantan Tengah yang juga mantan Sekretaris Daerah A.J Nihin yang menilai manfaat dan fungsi DPD belum terlihat. Menurutnya peran DPD masih kalah jauh bila dibandingka dengan Utusan Daerah dan Utusan Golongan pada era sebelumnya. Utusan Daerah dan Utusan Golongan dinilainya lebih nyata karena ikut dalam mengambil keputusan.
“Kita di daerah merasa sedih, manfaat dan fungsi DPD belum terlihat,” katanya.
Mantan Walikota Palangkaraya Lukas Tingkes dalam pertemuan dengan Tim Kunker menilai peran dan kontribusi DPD belum dapat dirasakan masyarakat. Selain itu, banyak masyarakat yang tidak mengenal wakil daerahnya yang berkedudukan di Jakarta.
“DPD ada tapi tidak bermakna,”katanya.
Lukas menegaskan sangat setuju bila DPD berkedudukan di daerah setempat. Hal ini akan lebih dirasakan manfaatnya bagi masyarakat dan daerah. “Bila perlu kantornya berada di sekitar DPRD,” ujarnya seraya menambahkan bila perlu DPD harus sering turun ke lapangan. (bs)

M. Natsir Segera Bergelar Pahlawan



Jakarta, Padek-- Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mendukung mantan Perdana Menteri RI Mohammad Natsir ditetapkan sebagai pahlawan nasional, mengingat besarnya jasa yang telah disumbangkan tokoh asal Sumatra Barat tersebut bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui mosi integralnya. ”Meski dinilai terlambat untuk memberikan gelar pahlawan nasional bagi seorang Natsir yang terbukti sangat berjasa bagi bangsa dan negeri ini, tetapi keputusan pemerintah untuk segera memberikan tanda jasa pahlawan nasional bagi Mohammad Natsir harus segera dilakukan,” ujar Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid saat menerima rombongan Panitia Peringatan Seabad M. Natsir dipimpin DR Laode M Kamaluddin, di gedung MPR/DPR-RI, Selasa (15/4).
Jasa yang paling konkrit beliau terhadap bangsa dan negara ini, kata Ketua MPR RI adalah mosi integral untuk menghadirkan kembali Indonesia sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia. “Dibanding dengan tokoh yang sudah meninggal yang status hukumnya belum jelas namun itu pun dimintakan dijadikan sebagai pahlawan, menurut saya jauh lebih berhak mereka-mereka yang jelas berjasa pada bangsa Indonesia dan tidak punya cacat hukum,” tegas Hidayat Nur Wahid, sambil menyebut dua tokoh lagi seperti Syafruddin Prawiranegara dan Bung Tomo.
Merujuk pasal 35 UUD 1945, lanjutnya, kita harus mengingatkan bahwa yang berjasa untuk mengembalikan NKRI itu Pak Natsir memalui mosi integralnya. “Inilah tokoh-tokoh yang luar biasa namun belum diberikan apresiasi sewajarnya oleh negeri ini.” Ditempat yang sama, Sekretaris Umum Panitia Peringatan Seabad Mohammad Natsir, Lukman Hakiem menambahkan panitia merencanakan akan mengadakan seminar sebagai salah upaya untuk membedah visi Natsir terhadap bangsa ini. “Saat ini beliau adalah tokoh yang menurut saya dillupakan atau disingkirkan . Kita ingatkan bangsa ini bahwa kita punya tokoh yang jasanya buat republik ini sangat besar sekali,” tegas Lukman Hakiem.
Melalui mosi integral, Natsir berhasil mengembalikan Indonesia dari Republik Indonesia Serikiat (RIS) ke Republik Indonesia. Lalu ada protes demo dimana-mana. “Pak Natsir mengatakan gagasan itu mosi integral namanya, yaitu menyatukan kembali NKRI tanpa ada satu peluru ditembakkan, tanpa ada setetes darah yang tertumpah dan tanpa ada satu wajah yang kehilangan,” Lukman Hakiem, mengutip Natsir.
Ironisnya, kata mantan sekretaris Fraksi PPP sampai sekarang Pak Natsir belum ditetapkan sebagai pahlawan nasional karena beliau ikut di PRRI. “Pada hal justru jasa terbesar M Natsir itu adalah keikutan beliau di PRRI itu. PRRI itu mulainya mau membentuk negara Sumatera, dengan masuknya pak Natsir, pak Syafruddin Prawiranegara, gerakan itu tetap dalam kerangka NKRI, tidak ada lagi gerakan separatisme,” kata Lukman Hakiem.
Mohammad Natsir, lahir 17 Juli 1908, di Lembah Gumanti Kabupaten Solok Sumatera Barat, dari pasangan Idris Sutan Saripado – Khadijah. Dalam perjalanan sejarah bangsa, Natsir merupakan tokoh paling penting dalam masa-masa penentuan Negara Republik Indonesia: dari berbentuk Federal ke Negara Kesatuan RI dan kembali ke UUD tahun 1945 serta mendirikan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatera Tengah. (fas)

FPPP : Yang Bermasalah Adalah Jemaat Ahmadiyah Indonesia


Sabtu, 26 April 2008 07:46 WIB
JAKARTA Kompas,

SABTU - Wakil Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) DPR Drs. H. Lukman Hakiem menyatakan, harus dibedakan antara Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dengan Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI).

Yang bermasalah adalah Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang meyakini Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi. Sementara Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI) yang menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai mujaddid relatif tidak ada masalah.
Menurut Lukman, soal Ahmadiyah bukan soal hak asasi manusia, namun lebih ke soal aturan main. Dalam setiap komunitas pasti ada aturan yang harus ditaati. Siapa yang menyimpang dari aturan main, pasti kena tegur. “Jika penyimpangannya terus menerus, pasti kena kartu merah, dikeluarkan dari lapangan,” sebut Lukman.
Lukman juga menegaskan, kalau mau mengaku Islam harus mengimani Muhammad sebagai nabi dan rasul terakhir (laa nabiyya ba’dah). Kalau mau mengakui adanya nabi dan rasul sesudah Muhammad, jangan mengaku Muslim. Lukman menunjuk pada kaum Kristen yang tidak mengakui Paus di Vatikan yang juga tidak menyebut dirinya Katolik.(*/dik)

Kalangan Parpol Tak Masalah Penasehat Presiden Diambil Dari Partai Politik


Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid meminta agar penasihat presiden yang akan ditunjuk oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sesuai dengan UU DPP (Dewan Penasihat Presiden) itu bersih dari orang-orang partai, sehingga akan memberikan nasihat secara obyektif dan bebas dari kepentingan serta intervensi partai politik.
Namun, permintaan itu bertentangan dengan UU DPP, karena UU DPP membolehkan presiden menunjuk orang parpol dengan syarat yang bersangkutan harus meletakkan jabatannya di parpol.
Pendapat itu disampaikan Sekretaris Fraksi Demokrat Soetan Batoegana, Lukman Hakiem (FPPP), dan anggota Komisi III DPR RI FKB KH. Fuad Anwar kepada wartawan di Gedung DPR/MPR RI Jakarta, Rabu (27/12).
Menurut Lukman Hakiem, Hidayat Nur Wahid itu berpendapat demikian karena Ketua MPR RI itu belum membaca UU DPP. Yang pasti kalau presiden menghendaki boleh saja, dengan syarat dia (penasehat presiden) harus meletakkan jabatan sebelumnya di parpol. “Sumber rekrutmen terhadap anggota DPP boleh saja dari berbagai kalangan. Baik parpol, akademisi, profesional, maupun ormas asalkan ada komitmen yang baik untuk DPP tersebut," ujar Lukman.Fuad Anwar malah menyatakan jika UU DPP sendiri tidak membatasi asal orang yang mau menduduki DPP, mengapa harus dilarang. Bahkan kalau orang yang ditunjuk itu memiliki komitmen besar untuk kepentingan bangsa dan negara ini, dia juga tidak diharuskan meletakkan jabatannya di parpol. “Bukankah semuanya bermuara untuk kepentingan bangsa dan negara?” kata Fuad.
Sementara menurut Hidayat Nur Wahid, untuk membantu tugas presiden yang cukup berat dalam memberikan pertimbangan, maka anggota DPP sebaiknya diisi oleh orang-orang yang memiliki watak kenegarawanan, profesional, dan tokoh masyarakat. Sehingga tidak tepat kalau DPP diisi oleh orang-orang parpol, karena perwakilan parpol sudah diwakili di kabinet.
"Tidak tepat kalau DPP diisi dan untuk sekadar mengakomodasi mantan pejabat dan orang-orang lingkungan Istana Negara, karena banyak orang yang mengkritik, tapi juru bicara presiden tidak bisa menjelaskan dengan baik. Karena itu dibutuhkan orang-orang yang profesional. Sehingga kerja presiden ke depan akan lebih baik dengan mendapatkan masukan dan pertimbangan yang cukup komprehensif dari jajaran DPP dimaksud,” ujar Hidayat Nur Wahid. (dina)

11 Juli 2008

Sosialisasi Pemikiran M. Natsir Berlanjut Di Yogyakarta



2008-06-08 06:35:46
NASIONAL
http://www.roll.co.id/

Jakarta, 8/6 (ANTARA) - Sosialisasi pemikiran dan perjuangan Mohammad Natsir terus
dilanjutkan dan Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta menjadi kampus ketiga yang
menjadi tempat kegiatan tersebut, setelah sebelumnya dilakukan di Universitas Islam
Bandung (Unisba) dan Universitas Islam negeri (UIN) Syarif Hidayatullah.Sekretaris
Panitia Peringatan Refleksi Seabad Pemikiran dan Perjuangan M Natsir, Lukman Hakiem
kepada pers, di Jakarta, Minggu menjelaskan, pemikiran M Natsir yang merupakan politikus
muslim asal Minangkabau yang lama bermukim di Kota Bandung ini berpengaruh melintas
lima benua itu masih relevan diapresiasi ditengah keprihatinan bangsa."Kita perlu
menelaah secara kritis obyektif jejak langkah perjuangan M Natsir. Kesederhanaan,
keteguhan memegang prinsip dan kesediaan berkompromi di tengah kemajemukan bangsa
adalah warisan keteladanan yang relevan dan pantas diapresiasi di tengah keprihatinan
bangsa akibat makin menggejalanya pragmatisme politik," Lukman Hakiem.Lukman Hakiem
menjelaskan, UII menjadi tempat penyelenggaraan seminar mengenai pemikiran dan
perjuangan Natsir pada 10 Juni 2008 karena Natsir terlibat dari awal dalam proses
pendirian UII pada pertengahan tahun 1945Di UI Yogyakarta, juga menyelenggarakan pameran
foto. Kegiatan ini dihadiri Sultan Hamengkubuwono X, Prof Dr Djoko Surjo (UGM), pengamat
politik Fachry Ali, Habib Chirzin dan Prof Dr Eddy S Hamid (Rektor UII)"Mengapa politik
Natsir perlu ditelaah? Karena kematangan politik Natsir di tempa di ibukota revolusi,
Yogyakarta, termasuk usahanya yang gigih menyakinkan RI Yogyakarta untuk mau membubarkan
diri bersama negara-negara bagian lain membentuk NKRI," kata anggota Fraksi PPP DPR
itu.Mohammad Natsir adalah negarawan muslim, ulama intelektual, pembaru dan politisi
yang pengaruhnya melintasi lima benua. Natsir lahir 17 Juli 1908 di Alahan Panjang
(Sumatera Barat) dan wafat di Jakarta pada 6 Pebruari 1993.Sebagai ulama intelektual,
Natsir meninggalkan sejumlah warisan, antara lain "Fiqhudda'wah", Capita Selekta" dan
'Kebudayaan Islam".Sebagai negarawan, natsir dikenang karena jasanya memulihkan Republik
Indonesia menjadi NKRI dengan "membubarkan" Republik Indonesia Serikat (RIS) hasil
konferensi Meja Bundar (KMB).Gagasan cerdas Natsir memulihkan NKRI melalui mosi
integral, dilakukan melalui pendekatan yang sangat manusiawi kepada fraksi-fraksi dari
yang paling kiri hingga yang paling kanan, tanpa satu orang atau satu kelompok pun
merasa kehilangan muka."Natsir telah 'membubarkan' RIS dan memulihkan NKRI dengan cara
yang sangat manusiawi," kata Lukman Hakiem.sampai akhir hayatnya, Natsir bukan saja
Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, tetapi juga Wakil Presiden Muktamar Alam Islam
yang berpusat di Pakistan dan Anggota Majelis Ta'sisi Rabithah Alam Islam yang berpusat
di saudi Arabia.*******(T/S023)/B/A011)(T.S023/B/A011/A011) 08-06-2008 06:35:46NNNN
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Wacana Asas Tunggal


Senin, 24 September 2007 21:44:00

Hizbut Thahrir: Wacana Asas Tunggal Upaya 'Mengerem' Politik IslamJakarta-RoL-- Juru Bicara Hizbut Thahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto melihat wacana penetapan asas tunggal Pancasila sebagai upaya untuk "mengerem" perkembangan politik Islam."Ada kekhawatiran dan ketakutan terhadap perkembangan Islam sebagai politik di Indonesia. Itu yang mengilhami gagasan untuk mengerem politik Islam itu agar ke depannya politik sekuler tetap menguasai negara ini," papar Ismail dalam sebuah diskusi di Hotel Sahid, Jakarta, Senin sore.Dalam diskusi bertajuk "Kembali ke Asas Tunggal, Untuk Apa?" yang digelar Forum Kajian Sosial Kemasyarakatan (FKSK), Ismail juga menyatakan bahwa gonjang-ganjing mengenai asas tunggal Pancasila sebagai asas parpol tidak rasional dan tidak obyektif karena antara masalah yang muncul dan solusi yang ditawarkan tidak sesuai.Asas tunggal muncul dalam pembahasan paket RUU partai politik karena adanya anggapan bahwa asas yang lain akan menimbulkan masalah seperti munculnya golongan separatis dan dalam kasus asas Islam, munculnya Perda Syariah.Ismail menepis tudingan munculnya Perda Syariah adalah disebabkan karena DPRD dikuasai parpol tertentu yang berasaskan Islam. "Contohnya di Kabupaten Bulukumba, waktu Perda Syariah diberlakukan, bupatinya dari Golkar," katanya.Lebih lanjut, Ismail mengusulkan syariah sebagai sistem operasional Pancasila. "Pancasila sebagai 'set of values' tidak punya sistem operasional dan diterjemahkan sendiri oleh penguasa masa itu. Waktu Orde Lama ia ditarik ke komunis, waktu Orde Baru ia ditarik ke kapitalisme, waktu reformasi ia ditarik ke liberalisme. Sekarang mungkin waktunya untuk menegakkan syariah," demikian Ismail. antara/mim

Karya M. Natsir Akan Kembali Diterbitkan


12/02/08 21:16
Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah buku karya mantan Perdana Menteri M Natsir akan kembali diterbitkan dan sebuah kepanitiaan yang dibentuk untuk memperingati Seabad M Natsir juga akan membuat film dokumenter mengenai tokoh nasional tersebut.Sekretaris Umum Panitia Seabad M.Natsir, Lukman Hakiem di Gedung DPR/MPR Jakarta, Selasa menjelaskan, selain menerbitkan kembali karya-karya M Natsir dan membuat film dokumenter, pihaknya telah pula merancang serangkaian seminar di beberapa daerah.Puncak acara Seabad M Natsir dilaksanakan 17 Juli 2008 diambil dari lahirnya M Natsir 1908. "Panitia masih akan menyelenggarakan seminar tentang pikiran dan perjuangan M Natsir di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Pekanbaru, Makassar dan Medan," katanya.
Dalam rangkaian Peringatan Seabad M Natsir, sudah dilakukan sejumlah kegiatan, antara lain seminar tentang pikiran dan perjuangan tokoh yang dikenal pemikirannya dapat diterima oleh semua golongan maupun agama ketika itu. "Kita dari kepanitiaan merefleksikan kembali sikap M Natsir sebagai politisi dapat menyelesaikan persoalan yang rumit tanpa menyakiti hati yang protes. Sebagai pendakwah beliau bisa diterima oleh siapapun, termasuk ketika keberhasilannya tetap menyatukan Aceh yang ketika itu ingin berpisah dari NKRI," katanya.
Menurut Lukman Hakiem, upaya menerbitkan kembali karya M Natsir merupakan gagasan Wapres Jusuf Kalla saat menerima rombongan Panitia Seabad M Natsir di Kantor Wapres. Panitia Seabad M Natsir yang diterima Wapres, yaitu Laode M Kamaluddin, Lukman Hakiem, AM Fatwa, A Fauzi Natsir, Harry Azhar Aziz, Imam Suhardjo, Ida Hasyim Ning dan Usman Ali. "Wakil Presiden Jusuf Kalla menyarankan agar diterbitkan kembali buku-buku karya M Natsir yang kiprahnya banyak berjasa kepada Bangsa Indonesia. Penerbitan buku-buku M.Natsir penting agar bangsa ini bisa menarik teladan dari sikap dan perjuangannya," kata Lukman.
Dia mengemukakan, yang mengesankan dari M.Natsir adalah kesantunannya. "Di tengah perilaku bangsa ini yang tiba-tiba menjadi sangat pemarah, kita memerlukan lahirnya kembali tokoh-tokoh yang cerdas, berfikir integral, dan santun seperti Natsir," kata Lukman Hakiem.
Menurut Lukman Hakiem yang juga anggota Fraksi PPP DPR RI, Wapres Jusuf Kalla menyatakan kesediaan menjadi Ketua Kehormatan Panitia Seabad M Natsir. Dukungan Wapres dijajaran kepanitiaan akan semakin menambah masuknya sejumlah tokoh dan kalangan pejabat negara dalam kepanitiaan tersebut. Sebelumnya terdapat nama Mensos Bachtiar Chamsyah dan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie. Sedangkan dari kalangan politisi terdapat sejumlah tokoh dari lintas Parpol, antara lain Laode M Kamaluddin, Imam Suhardjo (PPP), AM Fatwa (PAN), Yusril Ihza Mahendra (PBB) dan Irmadi Lubis (PDI Perjuangan).(*)